ERA.id - Komnas HAM meyakini adanya upaya obstruction of justice atau upaya menghalang-halangi proses hukum dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigasir J. Hal itu diketahui karena ditemukannya perintah untuk menghilangkan barang bukti berupa jejak digital.
"Kami juga mendapatkan, salah satu yang juga penting adalah perintah untuk, terkait barang bukti supaya dihilangkan. Dihilangkan jejaknya, itu juga ada. Jadi di jejak digital itu kami mendapatkan itu," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam RPDU dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2022).
Anam mengatakan, setelah Komnas HAM menemukan bukti tersebut, diyakini adanya tindakan obstruction of justice. Misalnya seperti merekayasa hingga membuat cerita soal kematian Brigadir J.
Karena adanya upaya menghalang-halangi proses penyidikan, Anam menilai hal itu yang membuat kasus tersebut sulit terungkap.
"Kami meyakini, walaupun ini belum kami simpulkan, meyakini adanya obstraction of justice. Jadi apa ya, menghalangi, merekayasa, membuat cerita, dan lain sebagainya yang itu membuat kenapa proses ini juga mengalami hambatan untuk dibuat terang benderang," kata Anam.
Seperti diketahui, Brigadir J tewas tertembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7).
Belakangan terungkap, Brigadir J tewas setelah ditembak oleh Bharada RE atas perintah Ferdy Sambo.
Selain itu, Ferdy Sambo juga diketahui merebut senjata milik Brigadir J dan menembakannya ke dinding-dinding rumah, lalu merekayasa bahwa telah terjadi adu tembak antar anak buahnya.
Saat ini, Polri telah menetapkan lima tersangka, yaitu Bharada RE, Bripka RR, asisten rumah tangga KM, Ferdy Sambo dan Putri Candrawhati. Ferdy Sambo beserta istrinya dikenakan pasal pembunuhan berencana.