Demi Hilangkan Jejak Digital, Ada Perintah untuk Hilangkan Ponsel Asli Milik para Ajudan Ferdy Sambo

| 23 Aug 2022 08:08
Demi Hilangkan Jejak Digital, Ada Perintah untuk Hilangkan Ponsel Asli Milik para Ajudan Ferdy Sambo
Irjen Pol Ferdy Sambo. (Foto: Antara)

ERA.id - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan, ada upaya obstruction of justice atau upaya menghalang-halangi proses hukum. Salah satunya dengan menghilangkan barang bukti jejak digital dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Taufan mengatakan, ada perintah untuk menghilangkan hingga mengganti ponsel milik sejumlah aide de camp (ADC) atau ajudan Irjen Ferdy Sambo. Namun, dia tak menjelaskan rinci siapa yang memberi perintah.

"Kemudian penghilangan dan penggantian handphone. Sebagai contoh misalnya, beberapa ADC itu, mereka diambil handphonenya tanggal 10 (Juli), kira-kira jam 1 pagi, lalu mereka dikasih handphone baru," kata Taufan dalam RDPU dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2022).

Taufan mengungkapkan, penggantian ponsel juga dilakukan terhadap Bharada Richard Eliezer alias Bharada RE yang kini menjadi salah satu tersangka pembunuhan Brigadir J. Menurutnya, ponsel milik RE ini diambil pada 19 Juli 2022 oleh Mako Brimob dan diganti dengan ponsel baru.

Akan tetapi, kata Taufan, sejumlah ponsel yang diganti itu, termasuk milik Bharada E, kini sudah ditemukan.

"Saudara Richard atau Bharada E, tanggal 19 (Juli) diambil oleh Mako Brimob, dikasih lagi handphone jenis baru. Dari handphone yang antara tanggal 10 sampai 19 (Juli) itu ditemukan," kata Taufan.

Atas temuan tersebut, Komnas HAM meyakini bahwa ada upaya penggantian ponsel itu untuk membangun skenario bahwa ponsel baru itu seolah-oleh ponsel lama.

"Ada upaya-upaya membangun skenario. Misalnya yang jawaban-jawaban sebagai bawahan kepada atasan 'siap komandan' itu misalnya, itu sangat kentara di situ," ujar Taufan.

Melengkapi pernyataan Taufan, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam pun setelah Komnas HAM menemukan bukti tersebut, diyakini adanya tindakan obstruction of justice. Misalnya sepeeti merekayasa hingga membuat cerita soal kematian Brigadir J.

Karena adanya upaya menghalang-halangi proses penyidikan, Anam menilai hal itu yang membuat kasus tersebut sulit terungkap.

"Kami meyakini, walaupun ini belum kami simpulkan, meyakini adanya obstraction of justice. Jadi apa ya, menghalangi, merekayasa, membuat cerita, dan lain sebagainya yang itu membuat kenapa proses ini juga mengalami hambatan untuk dibuat terang benderang," kata Anam.

Selain itu, kata Anam, upaya lainnya untuk menghilangkan barang bukti yaitu dengan merekayasa jejak digital. Hal itu diketahui dengan adanya sejumlah grup WhatApps yang sebelumnya hilang karena ponsel diganti, namun muncul kembali. Hanya saja, sejumlah percakapan dalam grup tersebut mulai dari tanggal 10 Juli 2022 ke bawah tidak ditemukan.

"Itu memang salah satu yang paling kentara banget adalah rekam jejak digital itu, enggak hanya hp-nya yang hilang, tapi percakapan jejak digitalnya juga ga ada," kata Anam.

Meski begitu, barang bukti digital ini masih menyimpan misteri. Sebabnya, ponsel asli milik Brigadir J hingga saat ini masih belum bisa ditemukan.

Anam mengatakan, ponsel yang diserahkan kepada keluarga Brigadir J berbeda dari yang asli. Alhasil, ponsel palsu itu tak bisa dibuka.

"Dari keterangan yang kami peroleh, di Jambi, HP-nya Yosua tidak model kaya begini. HP-nya Yosua itu ada Samsung, terus ada HP Cina, tapi modelnya tidak seperti ini," papar Anam.

"Ini HP yang seolah-oleh HP-nya Yosua yang nggak bisa dibuka. Nah, HP-nya Yosua ke mana? Terutama yang Samsung 8 itu, sampai detik ini juga kami tidak tahu," imbuhnya.

Anam mengatakan, ponsel yang hingga kini menghilang itu merupakan salah satu kunci untuk mengungkap benang kusut pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

"Sampai sekarang, hp itu tidak jelas keberadaannya. Padahal, TKP sudah russak, yang paling penting adalah rekam jejak digitalnya kayak apa," pungkasnya.

Rekomendasi