Lima Lokasi di Geledah Terkait Suap Eni Maulani Saragih

| 15 Jul 2018 20:14
Lima Lokasi di Geledah Terkait Suap Eni Maulani Saragih
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah (Foto: Tsa Tsia/era.id)

Jakarta, era.id - Selain melakukan penggeledahan di rumah milik Direktur Utama PT PLN Sofyan Basyir, tim penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di beberapa lokasi lain.

"Setelah kemarin mengumumkan penyidikan dalam kasus dugaan suap terkait pembangunan PLTU Riau-1,

hari ini tim KPK melakukan penggeledahan di lima lokasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Minggu (15/7/2018).

Adapun kelima lokasi tersebut adalah rumah tersangka penerima suap, yaitu anggota DPR RI Eni Maulani Saragih; rumah, kantor dan apartemen milik pengusaha Johannes Budistrisno Kotjo yang merupakan tersangka pemberi; serta rumah dari Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir.

"Saat ini sebagian penggeledahan masih berlangsung. Untuk sementara diamankan dokumen terkait dengan proyek pembangkit listri Riau-1, dokumen keuangan, dan barang bukti elektronik," ungkap Febri.

KPK meminta agar semua pihak dapat kooperatif terhadap penggeledahan yang dilakukan sebab tim dari lembaga antirasuah ini tengah bekerja.

Sebelumnya, Eni yang merupakan wakil ketua Komisi VII DPR telah ditetapkan sebagai tersangka suap. Eni diduga menerima suap terkait kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Provinsi Riau.

Selain Eni, KPK juga telah menetapkan tersangka lainnya, yakni Johannes Buditrisno Kotjo (JBK) yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited sebagai pihak pemberi.

Eni diduga menerima uang Rp500 juta, yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari keseluruhan nilai proyek. "Diduga penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS," ujar Basaria.

Sebagai pihak penerima, Eni kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak pemberi, Johannes disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.

Rekomendasi