Motor dipilih sebagai tunggangannya untuk mengantisipasi jalanan yang macet. Setahu Doni, hari pertama sekolah biasanya para orang tua akan ikutan heboh mengantar anaknya. Jadi dia memprediksi jalanan akan penuh oleh kendaraan.
Doni mengaku agak sedikit terlambat bangun karena menunggu tayangan final Piala Dunia hingga selesai. Agak sedih juga dia karena pesta sepak bola sejagat itu berakhir. Apalagi sudah sebulan ini ada yang setia menemani dia saban malam.
Ternyata rasa sedihnya belum habis. Entah mengapa tiba-tiba dia merasa ada yang menetes di pipi begitu motor berhenti di parkiran sekolah. Terharu, mungkin kata yang lebih tepat setelah sadar putrinya sudah semakin besar. Sedangkan si putri, begitu semangat turun dari motor dan langsung sigap membopong tas warna pink-nya itu. Drama itu dimulai.
"Loh kok pulang?" tanya Doni kepada kerabatnya yang dia temui di parkiran.
Si kerabat lagi menggendong anaknya yang terlihat seperti habis nangis. "Begini deh, nih anak udah gak mau pakai seragam, pas lagi baris, malah nangis minta pulang," kata kerabatnya itu.
Begitu tiba di sekolah, suasananya ramai sekali. Kombinasi dari puluhan anak TK yang sedang berbaris dan kumpulan para orang tua. Sebagian malah ada yang membawa ART. Terkadang mereka malah jauh lebih heboh dibanding anak-anaknya yang mungkin saja kebingungan dengan situasi ini. Handphone para ortu ini siap siaga untuk menjepret kelakuan lucu bocah-bocah ini.
"Ibu-ibu, bapak-bapak, mohon maaf, agak bergeser dulu supaya anak-anaknya lebih lega," kata seorang ibu guru dengan keringat menetes di pelipisnya.
Para orang tua memang mengerumuni bocah-bocah ini yang sedang dapat perkenalan lingkungan dari guru tadi. Tapi jarak mereka terlampau dekat. Mungkin si guru bermaksud baik supaya anak-anak ini mendapat pasokan udara segar supaya tidak stres. Tapi kami ini, maksudnya orang tua, juga ingin bisa terus sedekat mungkin dengan mereka.
Setelah sempat mundur beberapa langkah, para orang tua maju lagi mendekat. "Masak cuma saya saja yang mundur. Lihat nggak ada yang mundur, saya maju lagi lah," katanya cuek.
Tibalah saatnya mengantar anaknya masuk ke kelas. Karena ini hari perdana, peraturan dilonggarkan. Para orang tua masih boleh mengikuti anak-anaknya hingga depan kelas. Bukan solusi yang sepenuhnya jitu juga. Soalnya ketika para bocah-bocah ini merasa kesepian dan mencari orang yang dikenal. Ketika yang dicari terlihat di balik jendela, sudah pasti mereka akan memburu. Sudah pasti suasana jadi chaos.
"Sudah enggak apa-apa, namanya juga hari pertama. Kami pelan-pelan tapi bikin jaraknya," kata guru tadi coba menjelaskan ke Doni.
Ilustrasi First Day School (Mia/era.id)
Okelah, semua proses di hari pertama masuk sekolah bisa dilalui tanpa ada tangisan di kelas. Doni jelas bangga. Kini saatnya memberi waktu pada putrinya bermain. Setelah memastikan putrinya nyaman dengan permainan perosotan, Doni bermaksud melangkah keluar untuk mencari sarapan. Maklum pagi tadi, bangun tidur dia langsung mandi dan lupa nyarap.
Putrinya itu rupanya sadar, kalau Doni mau pergi. Tangisan pun jadi pilihan. "Di kelas enggak apa-apa, eh malah nangis di sini ha.. ha.. ha.. ," kisah Doni.
Ada banyak kisah-kisah lucu di balik peristiwa hari pertama sekolah. Salah satunya tentang seorang bocah yang begitu susah dibangunkan. Rupanya si anak ini ikut menemani ayahnya menonton final Piala Dunia hingga lewat tengah malam.