Di akun Twitter bercentang biru, @MesutOzill1088, gelandang berjuluk burung hantu itu memberikan penjelasan terkait keputusannya itu. Intinya, Ozil menyatakan keputusan mundur dari timnas sebagai pilihan berat yang terpaksa ia ambil.
"Dengan berat hati dan banyak pertimbangan atas kejadian belakangan ini, saya tak akan lagi bermain untuk Jerman di level internasional selagi saya merasakan rasisme dan sikap tidak hormat," tulis Ozil, Senin (23/7).
Beberapa waktu belakangan, sejumlah media Jerman memang tengah menyoroti beredarnya foto Ozil bersama Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Ramai-ramai, Ozil diserang dengan pemberitaan-pemberitaan bernada sumbang terkait foto tersebut.
Enggak cuma media, sejumlah petinggi federasi sepak bola Jerman (DFB) ikut menyerang Ozil. Buat DFB, beredarnya foto Ozil dan Erdogan yang diambil dalam sebuah pertemuan di London, Inggris pada Mei 2018 lalu itu bermuatan politis.
DFB menuding Ozil berada di belakang Erdogan dan sengaja memberikan dukungan terhadap kepentingan politik Erdogan mempertahankan kekuasaannya yang tengah digoyang berbagai aksi protes dan pemberontakan.
Enggak cuma itu, DFB bahkan menyebut Ozil sebagai penyebab buruknya performa timnas Jerman di Piala Dunia Rusia 2018 hingga skuat asuhan Joachim Loew itu terhenti di babak penyisihan grup.
Kebencian yang menyebar
Perlakuan buruk terkait tuduhan politisasi ini sejatinya enggak cuma menyerang Ozil. Dalam pertandingan uji coba melawan Arab Saudi delapan hari sebelum Piala Dunia dimulai, gelandang Manchester City, Ilkay Gundogan nyatanya juga mendapatkan perlakuan enggak menyenangkan dari suporter timnas Jerman.
Pada laga yang digelar di BayArena, Leverkusen itu, suporter Tim Panser melontarkan ejekan bernada rasis kepada Gundogan. Memang, dalam pertemuan dengan Erdogan tempo hari itu, Gundogan turut hadir bersama Ozil dan Cenk Tosun, penyerang timnas Turki yang saat ini bermain untuk Everton.
Gerah terhadap cemoohan yang dilontarkan banyak orang terhadap pemain-pemainnya, Loew pun angkat bicara. Usai pertandingan yang dimenangkan Jerman dengan skor 2-1 itu, Loew dengan tegas membela Ozil dan Gundogan. Bagi Loew, politisasi di lapangan hijau sangat memuakkan.
“Fakta seorang pemain nasional diejek seperti itu tidak menolong siapapun. Ia (Gundogan) memang berfoto (dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan). Tapi, ia telah menjelaskannya kepada media dan menegaskan dukungannya kepada Jerman. Persoalan ini harus diakhiri,” kata Loew.
Gundogan, Ozil, dan Tosun dalam pertemuan bersama Erdogan (Sumber: Istimewa)
Khusus Ozil, gelandang Arsenal itu memang telah menjelaskan isi pertemuannya dengan Erdogan. Kata Ozil, enggak ada sedikit pun muatan politik dalam pertemuan tersebut. “Pekerjaan saya adalah sebagai pesepakbola, bukan politikus," kicau Ozil.
"Dan pertemuan kami (dengan Erdogan) bukan sebuah bentuk dukungan politik. Faktanya, ketika kami bertemu, topik obrolan masih sama, yaitu sepak bola karena beliau juga pemain sepak bola di masa mudanya," tambahnya.
Buat Ozil, pertemuan dengan Erdogan adalah caranya menghargai nenek moyangnya yang berkebangsaan Turki. "Saya punya dua hati, satu Jerman dan satunya Turki. Sejak kecil, ibu saya mengajari untuk selalu menghargai dan tidak boleh melupakan asal muasal saya, dan sampai sekarang nilai ini selalu saya pegang," kicau Ozil.
Panas dingin hubungan Jerman dan Turki
Keputusan Ozil mundur dari timnas Jerman amat disayangkan. Tapi, tindakan suporter timnas Jerman, media-media lokal, serta sebagian besar petinggi DFB barangkali adalah hal yang lebih disayangkan. Pertanyaannya, apa sebenarnya hal yang menjadi pemicu kebencian terhadap Ozil menyebar begitu luas di Jerman? Jelas, politik adalah pemicu segala kekacauan ini. Tapi, separah apa sebenarnya kondisi politik antara Jerman dan Turki?
Sejatinya, Jerman dan Turki adalah dua negara yang memiliki sejarah persahabatan yang sangat panjang. Sejak puluhan tahun lalu, persahabatan antara Jerman dan Turki terjalin dengan cara unik. Lebih dari perkara ekonomi atau urusan dagang. Pertalian antara Jerman dan Turki terjalin dalam isu diaspora atau kondisi di mana suatu bangsa tercerai-berai dan masyarakatnya menyebar ke seluruh dunia. Nah, sejak 1960-an, begitu banyak warga Turki yang hidup di Jerman. Mayoritas dari mereka hidup sebagai pekerja tamu, termasuk keluarga Ozil yang hidup sebagai buruh. Sebagai imigran, Jerman menjadi tempat yang cukup baik buat keluarga Ozil ketika itu.
Buat Jerman, menjaga hubungan baik dengan Turki sejatinya merupakan hal penting. Sebab, Turki berhasil jadi negara pembendung arus pengungsi di Eropa. Hasilnya, tekanan migrasi di Jerman berkurang sejak beberapa tahun belakangan. Di sisi Turki, persahabatan dengan Jerman enggak kalah menguntungkan. Saat ini, Jerman merupakan mitra dagang terbesar Turki, dengan nilai perdagangan mencapai 31,4 miliar euro di tahun 2011 dan menjadi rekor kala itu. Enggak cuma itu, Jerman nyatanya merupakan investor asing terbesar di Turki, dengan jumlah yang diperkirakan mencapai 4.800 perusahaan. Selain itu, Jerman adalah sumber pendapatan pariwisata terbesar Turki, dengan angka kunjungan wisatawan yang mencapai 4,8 juta setiap tahunnya.
Hubungan buruk antara Jerman dan Turki memburuk di tengah tindakan keras yang diambil Erdogan untuk mengatasi orang-orang yang diduga menjadi pendukung kudeta militer pada Juli 2016 lalu. Jerman merasa hal tersebut enggak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang diusung Jerman. Sejak itu, Jerman banyak melontarkan kritik keras terhadap pemerintahan Erdogan. Enggak cuma itu, Jerman juga disebut-sebut jadi rumah buat musuh-musuh politik Erdogan.
Buat Jerman, pemerintahan Erdogan telah melakukan begitu banyak dosa. Dan itu bukan sikap yang ujuk-ujuk dilakukan Jerman. Dalam laporan HAM terakhirnya, kementerian luar negeri Jerman mencatat berbagai pelanggaran serius serta kemunduran hak kebebasan dan berdemokrasi Turki di bawah pemerintahan Erdogan.
Tapi, seburuk apapun hubungan antara Jerman dan Turki saat itu, semuanya terjadi hanya dalam letupan-letupan kecil, hingga Kementerian Luar Negeri Jerman menerbitkan travel warning kepada warga Jerman agar enggak bepergian ke Turki. Travel warning itu diterbitkan setelah Turki menahan enam aktivis HAM, termasuk satu warga Jerman, Peter Steudtner atas tuduhan keterkaitan mereka dengan gerakan kudeta.
Bukan cuma Steudtner, Turki diketahui juga telah menahan sembilan warga Jerman lain, termasuk dua orang wartawan, Deniz Yucel dan Mesale Tolu karena menolak kedatangan parlemen Jerman saat ingin mengunjungi pasukan Jerman yang tergabung dalam operasi gabungan pemberantasan ISIS di Turki. Buntutnya, Kanselir Jerman, Angela Merkel mengutuk sejumlah aksi penangkapan tanpa bukti yang dilakukan pemerintahan Erdogan. Menurut pengamat sih, penahanan yang dilakukan Erdogan itu adalah pancingan agar Jerman mendeportasi warga negara Turki pendukung kudeta yang terkait dengan sejumlah aksi kekerasan dan terorisme di Turki.
Terkait itu, Erdogan balik mengutuk Jerman atas tuduhan melindungi teroris. Erdogan menuding Jerman sengaja memberi suaka kepada sejumlah mantan perwira Angkatan Darat Turki dan pejabat-pejabat, serta orang-orang lain yang diduga terlibat penting dalam usaha kudeta pemerintahan Erdogan di tahun 2016. Selain itu, Erdogan juga menuduh Jerman telah menempatkan anggota Partai Pekerja Kurdistan dan FETO yang diketahui berafiliasi kepada Gulen selama beberapa dekade terakhir. Terkait tuduhan itu, Erdogan menyodorkan pembuktian berupa arsip setebal 4.500 terkait afiliasi dan dukungan pemerintah Jerman terhadap Gulen
"Pemerintah yang menyembunyikan teroris Turki di Jerman pertama-tama harus menjelaskan hal ini ... Mengapa mereka bersembunyi di Jerman? Bagaimana mereka bisa menjelaskan dukungan material yang diberikan?" kata Erdogan.
Sejak itu, hubungan Jerman dan Turki terus mengalami dinamika, naik dan turun. Berbagai letupan kecil yang dipoles sedemikian rupa dapat dengan mudahnya menjadi ledakan kebencian yang menyebar ke seluruh masyarakat di kedua negara. Dan Ozil, adalah korban dari peliknya konflik politik antar dua negara. Sayang, tapi mau bagaimana?! Semoga Ozil tetap hidup dalam damai, dan main cemerlang buat Arsenal tentunya. (He he he)