Qodari menerangkan ketiga nama tersebut berasal dari kalangan non-parpol, dapat menjawab isu SARA, berusia senior, disetujui oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan terakhir sesuai kebutuhan Joko Widodo.
"Mengapa non-parpol, karena jika Pak Jokowi memilih cawapresnya dari orang parpol, parpol lain bisa cemburu," ujar Qodari, Selasa (24/6/2018).
Qodari melihat partai-partai politik, saat ini sedang mengincar efek 'ekor jas' untuk meningkatkan suara partainya. Oleh karena itu suara Jokowi amat berharga.
Namun terdapat dilema, jika Presiden Joko Widodo memilih cawapres dari figur salah satu partai politik dalam koalisinya. Bisa saja perpecahan internal koalisi. Hal inilah yang dihindari Jokowi.
Qodari menambahkan, kriteria kedua yang menjadi kebutuhan Jokowi, adalah figur yang dapat menjawab pertanyaan seputar isu SARA yang sering digunakan sebagai senjata oleh lawan-lawan politik Presiden Joko Widodo. Syarat ini bisa dipenuhi oleh figur dari kalangan santri dan TNI.
"Kalau enggak hijau santri, ya hijau TNI-Polri. Kira-kira begitu, hijaunya hijau militer-lah." lanjut Qodari.
Menurut Qodari, Jokowi perlu sosok senior. Pasalnya jika Jokowi memilih cawapres yang relatif muda, cawapres itu bisa dianggap berambisi maju di pemilihan presiden 2024. Sebagai wakil presiden Jokowi, seseorang akan menjadi calon kuat dalam pemilihan presiden 2024.
"Nah, itu partai-partai yang lain enggak mau tuh kasih karpet merah sama kompetitor," terang Qodari.
Kriteria selanjutnya diyakini tiap cawapres Jokowi harus mendapat restu dari Megawati Soekarnoputri. Seperti diketehaui Presiden Joko Widodo adalah kader PDIP. Dengan demikian, harus mendapat izin dari Ketua Umumnya untuk mengusung seorang cawapres.
Dan terakhir, tokoh yang sesuai dengan kebutuhan Joko Widodo adalah tokoh yang tegas dan berani, seperti halnya F.X. Hadi Rudyatmo pendamping Joko Widodo saat menjabat Walikota Solo atau seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang pernah mendampinginya waktu memimpin DKI Jakarta.