ERA.id - Konflik antarnegara adidaya terus bereskalasi akhir-akhir ini. Ada enam konflik yang mesti diwaspadai Indonesia, di antaranya Laut Cina Selatan, Selat Taiwan, Kepulauan Diaoyu/Senkaku, Semenanjung Korea, Teluk Persia, dan Rusia-Ukraina.
Hal itu berdasarkan hasil kajian Laboratorium Indonesia 45 (LAB 45) dan Parahyangan Center for International Studies (PACIS) Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).
Tim Kolaborasi Riset LAB 45 dan PACIS Unpar Reine Prihandoko mengungkapkan, konflik Laut Cina Selatan menjadi konflik dengan risiko paling tinggi untuk Indonesia.
“Sebenarnya semua skenario berada di tingkat intensitas konflik yang cukup tinggi. Di sisi lain dilihat dari risikonya, yang paling tinggi adalah Laut Cina Selatan karena dari sisi disrupsi perdaganganya tinggi, tapi jarak geografisnya rendah, bahkan sebenarnya bersinggungan langsung dengan Indonesia,” kata Reine dalam Webinar Konflik Negara Adidaya dan Disrupsi Ekonomi Global: Strategi Indonesia? yang diselenggarakan LAB 45, Rabu (28/9/2022).
Menurut Reine, strategi yang bisa diambil oleh Indonesia dapat mencakup empat opsi yaitu pertama, reposisi strategis dengan intensifikasi diplomasi bilateral dan kerja sama minilateral.
Kedua, deeskalasi untuk menghadapi bahaya laten perang bumi hangus total dan sekaligus mencegah risiko konflik yang lebih besar terhadap perekonomian nasional.
Ketiga, sekuritisasi untuk melindungi kedaulatan nasional dan menjaga netralitas Indonesia. Dan yang keempat, mobilisasi untuk menciptakan efek gentar dan mengantisipasi kemungkinan perluasan konfrontasi militer ke wilayah perbatasan Indonesia.
“Yang paling buruk dari skenario tadi adalah kita harus melakukan mobilitasi untuk menciptakan efek gentar dan mengantisipasi ini bisa meluas ke daerah kita. Bisa mengaktifkan komcad (komponen cadangan) atau bahkan wajib militer,” ucap Reine.
Staf Khusus Menteri Luar Negeri untuk Diplomasi Kawasan I Gede Ngurah Swajaya menuturkan, saat ini terjadi eskalasi tidak hanya sebatas retorika, tetapi juga berupa aksi-aksi yang akan membuat situasi geopolitik global memasuki tahapan-tahapan sangat membahayakan keamanan dunia.
Menurutnya, rivalitas yang dulu hanya sebatas retorika semata antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia, maupun di kawasan Indo Pasifik sudah betul-betul menjadi konflik militer terbuka.
“Bahkan saat ini narasi yang muncul justru juga membawa kemungkinan penggunaan senjata nuklir yang sudah masuk ke dalam wacana yang berbahaya,” ucapnya.
Melihat situasi ekonomi dan geopolitik saat ini, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Andi Widjajanto mengatakan dunia akan melewati titik kritis pada Oktober 2022 hingga Maret 2023.
Menurutnya, titik krisis ini bisa mengarah ke sesuatu yang lebih buruk, bahkan mengarah ke eskalasi menuju konflik terbuka di beberapa wilayah yang seperti dicemaskan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi.
“Riset yang dilakukan oleh LAB 45 dan PACIS Unpar diharapkan bisa membekali kita dengan langkah-langkah jangka pendek dan juga strategi-strategi global jangka panjang yang bisa dilakukan oleh Indonesia ke depan,” ujarnya.