Gamba menjelaskan, jumlah tersebut diperoleh melalui sistem pengabsahan Monitoring and Reporting Mechanism (MRM), yang baru dibentuk di Suriah pada 2013. Wanita pejabat itu juga mengutip laporan yang belum diabsahkan sebagai jumlah rujukan yang menyebutkan 20.000 anak sebagai korban dalam krisis itu.
MRM melaporkan ada enam pelanggaran besar terhadap anak-anak di Suriah, di antaranya perekrutan dan penggunaan; pembunuhan dan membuat cacat; perkosaan dan bentuk lain kekerasan seksual; serangan terhadap rumah sakit dan sekolah; penculikan; dan tak diberikannya akses kemanusiaan.
Ia menambahkan sejak awal 2018, MRM telah mengkonfirmasi lebih dari 1.200 pelanggaran terhadap anak-anak. 600 anak di antaranya tewas atau cacat, sedangkan lebih dari 180 anak direkrut dan digunakan oleh kekuatan dalam konflik.
(Foto: Pixabay)
Selain itu, lebih dari 60 gedung sekolah telah diserang, sementara lebih dari 100 serangan terjadi terhadap rumah sakit dan instalasi medis. Ia menyatakan kuartal pertama 2018 menyaksikan peningkatan 25 persen perekrutan dan penggunaan anak-anak serta lonjakan 348 persen dalam pembunuhan dan cacatnya anak-anak dibandingkan dengan kuartal terakhir 2017.
Serangan terhadap sekolah dan instalasi medis adalah salah satu bentuk yang terus terjadi dalam konflik di Suriah."Satu dari tiga sekolah diperkirakan tak bisa digunakan. Sebanyak 2,1 juta anak tak bersekolah di dalam Suriah," kata Gamba, seperti dikutip Antara.
Untuk itu, Gamba mendesak Dewan Keamanan PBB agar menekan semua pihak dalam konflik Suriah untuk mematuhi kewajiban mereka dan hukum internasional, guna menjamin hak anak-anak tak lagi dilanggar.