Dilansir dari Antara, salah seorang warga bernama Lin yang ditemui di lokasi pengungsian mengatakan, anaknya mulai sakit sejak tiga hari terakhir setelah gempa terjadi pada Minggu (29/7/2018) pagi.
"Keluhannya mulai panas dan muntah-muntah," ujar Lin, Selasa (31/7/2018)
Lin menuturkan, untuk pengobatan bayinya yang masih berusia 6 bulan, hanya mengandalkan obat-obatan yang diberikan oleh petugas kesehatan di lokasi pengungsian di desa setempat.
Sementara itu, keluhan juga dirasakan oleh seorang wanita bernama Herdi. Ia mengeluhkan diare, muntah-muntah, pusing-pusing dan gatal-gatal di badan. Keluhan ini pula yang dirasakan banyak warga yang mengungsi usai gempa ini terjadi.
"Rata-rata keluhan warga dan anak-anak di lokasi pengungsian diare, muntah-muntah, gatal-gatal dan pusing-pusing," terangnya.
Berdasarkan keterangan petugas kesehatan keliling di lokasi pengungsian Desa Sajang, Rispaini, penyakit muntah-muntah, diare, panas dingin dan maag kritis adalah penyakit-penyakit yang paling banyak di derita oleh warga saat ini.
Menurut dia, keluhan penyakit seperti itu merata di sejumlah titik pengungsian, seperti di posko pengungsian di Dusun Medain Desa Medain dan Dusun Medas Desa Obel-Obel, Kecamatan Sambelia.
"Jadi keluhannya hampir sama ya. Tapi selama kami keliling, baik anak-anak atau orang tua itu diare dan muntah-muntah terbanyak keluhkan. Mungkin karena dehidrasi juga di lokasi pengungsian akibat cuaca panas," kata dia.
Destinasi wisata di Lombok belum dibuka
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, belum ada kepastian sampai kapan jalur pendakian Gunung Rinjani akan dibuka kembali pascagempa 6,4 SR di Nusa Tenggara Barat (NTB). Sutopo beralasan hingga saat ini, gempa masih sering terjadi sehingga rawan bagi para pendaki.
"Sampai kapan jalur pendakian dibuka ditentukan rapat koordinasi karena gempa susulan masih berlangsung dan beberapa jalur pendakian kondisi rusak, jadi kita belum bisa memastikan kapan dibuka lagi jalur pendakian," kata Sutopo di Jakarta.
Menurut Sutopo, gempa susulan masih berlanjut, bahkan hingga hari ini, Selasa (31/7/2018) pagi tercatat terjadi 346 kali gempa susulan dengan intensitas yang terus menurun dan periode antargempa semakin jarang.
"Ini menunjukkan bahwa sistem lempeng menuju kestabilan. Dengan adanya gempa susulan itu kita malah bersyukur artinya energi akan terlepas melalui gempa-gempa kecil itu dari pada terakumulasi di satu periode waktu sehingga gempanya besar," katanya.
Dia mengatakan, sebanyak 1.091 pendaki Gunung Rinjani telah berhasil dievakuasi setelah sebelumnya terjebak saat terjadi gempa bumi 6,4 SR yang mengguncang NTB pada Minggu (29/7) pagi.
"Sejak 29 hingga 31 pagi total yang berhasil dievakuasi 1.091 jiwa. Sebanyak 1.090 jiwa selamat dan satu meninggal dunia," katanya.
Dia memaparkan rincian pendaki yang dievakuasi yaitu sebanyak 723 Warga Negara Asing (WNA) dan 368 Warga Negara Indonesia (WNI).
Sutopo menerangkan tim evakuasi gabungan TNI, Polri, relawan, dalmas, Mapala, Basarnas dan SAR semalam telah menemukan enam pendaki WNI yang sempat terkurung di Danau Segara Anak.
Dalam proses perjalanan evakuasi terhadap enam orang tersebut, tim gabungan menemukan tujuh warga lokal lagi di Gua Susu. Total warga yang dievakuasi menjadi 13 orang. Dari 13 orang tersebut, tiga orang diantaranya dievakuasi dengan helikopter sedangkan 10 orang lainnya melalui jalur darat.
BNPB mencatat hingga Selasa (31/7) korban meninggal dunia akibat gempa di NTB mencapai17 orang, angka ini bertambah satu orang dibanding hari sebelumnya. Korban yang baru meninggal bernama Ina Indra berusia 70 tahun yang sebelumnya sakit saat gempa dan dirawat di RS Lombok Utara.
Selain korban meninggal, sebanyak 401 jiwa luka-luka, jumlah pengungsi saat ini mencapai 10.062 jiwa yang tersebar di 13 titik pengungsian.
Sementara rumah yang rusak terdata 5.448 unit, 15 unit fasilitas pendidikan, 5 unit fasilitas kesehatan, 55 unit fasilitas peribadatan, 37 unit kios dan satu jembatan rusak.