Dilansir dari Antara, Rabu (1/8/2018), Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Utara Suardi, mengatakan di Kabupaten Lombok Utara korban terdampak gempa mencapai 8.919 kepala keluarga atau lebih dari 23.000 jiwa. Mereka semua mengeluh dan meminta supaya ada bantuan berupa selimut dan tenda.
Suardi menerangkan, karena tidak memiliki tenda, banyak warga korban gempa di NTB yang tidur di tempat terbuka. Sejumlah titik lokasi di Lombok Utara, terutama di Kecamatan Bayan telah mendapatkan bantuan, tapi jumlahnya terbatas.
"Warga yang terdampak gempa sangat membutuhkan tenda atau terpal serta selimut karena mereka masih tidur di ruang terbuka," katanya di Kecamatan Bayan, Rabu (1/8/2018).
Sebagai kawasan yang paling parah terdampak gempa, Lombok Utara memiliki tiga titik pengungsian utama yaitu di Desa Sambik Elen, Batu Gerantung dan Karang Bajo. Di tempat-tempat tersebut, banyak warga yang mendirikan tenda-tenda alakadarnya.
Butuh air bersih
Beralih ke daerah lain, di Lombok Timur, Warga Desa Obel-Obel, Sambelia, mengeluhkan ketiadaan air bersih. Jika biasanya mereka hanya perlu berjalan lima meter untuk bisa berwudu sebelum melaksanakan salat lima waktu, kini mereka harus berjalan ratusan meter untuk hal itu. Musababnya karena air bersih di sana sangat terbatas.
"Kami terpaksa harus mengambil air dari kota Kecamatan yang cukup jauh. Benar-benar tidak ada air bersih, pasca-gempa sumur dan mata air jadi kering," kata Ahmad Zuhri, korban gempa tektonik, di Lombok Timur.
Zuhri menambahkan kebutuhan warga Lombok Timur sama seperti warga Lombok Utara, mereka juga butuh tenda dan selimut. Dinginnnya cuaca dan banyaknya debu yang beterbangan menurut Zuhri dapat merusak kesehatan para pengungsi yang tidak tinggal di alam terbuka tanpa tenda.
Warga dilanda trauma
Gempa yang terjadi di Lombok ternyata tidak hanya merusak bangunan warga, namun juga mengguncang mental para korban jiwa. Banyak dari warga NTB yang merasa ngeri untuk kembali ke rumah. Mereka takut akan datang gempa susulan nantinya.
Petugas kesehatan keliling dari Puskesmas Dasan Lekong, Kabupaten Lombok Timur, Rupaini, mengatakan, berdasarkan pengamatannya dari sejumlah lokasi pengungsian, banyak warga dan anak-anak yang masih dirundung ketakutan akibat gempa bumi yang mengguncang NTB beberapa waktu lalu. Karena itu pula, mereka butuh trauma healing.
Trauma healing adalah sebuah tindakan untuk mengurangi bahkan menghilangkan gangguan psikologis yang sedang dialami seseorang akibat syok. Anak-anak menjadi prioritas dalam pengobatan trauma healing, pasalnya selama terjadi bencana, anak-anak kerap melihat orang berseragam seperti TNI dan Polri, pemandangan yang jarang terjadi ini dapat membekas di benak anak-anak.
Trauma healing bukanlah hal baru di dunia keperawatan, salah satu metode trauma healing adalah menghibur para korban dengan mengajaknya bercanda atau bermain bersama.
Selain itu, Rupaini mengatakan, sejumlah penyakit juga mulai menyerang para pengungsi. Karena itu, dia berharap kebutuhan medis juga mesti jadi menjadi perhatian buat para korban gempa.
"Jadi keluhan warga itu selain sakit maag kritis, pusing-pusing, panas, batuk-batuk, diare. Mereka juga mengeluhkan ke kita, kalau masih takut kembali ke rumah," katanya.