Dalam video tersebut, kepanikan luar biasa terlihat di tengah puing-puing bangunan yang runtuh. Di bawah puing bangunan, sejumlah kendaraan langsung menjadi bangkai. Tembok-tembok terlihat retak, berdiri tanpa atap yang sudah kehilangan ketinggiannya.
Ketakutan terbesar saya pun terjawab, soal nasib saudara sebangsa yang terjebak dalam bencana tadi malam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada Senin (6/8/2018) merilis data: 91 nyawa melayang, dan 209 orang luka-luka.
Dan tentu saja, angka tersebut masih mungkin bertambah, seiring dengan proses evakuasi yang masih terus berjalan. "Kita perkirakan jumlah ini masih akan bertambah, belum semua wilayah di Lombok terjangkau petugas SAR gabungan," ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam jumpa pers di Jakarta.
Menurut data BNPB, korban meninggal dunia paling banyak berada di Lombok Utara dengan angka 72 orang. Di Mataram, empat orang tercatat sebagai korban meninggal dunia. Enggak cuma di dua daerah itu, BNPB juga mendata jatuhnya korban di Lombok Timur dan Lombok Tengah.
Kata Sutopo, sebagian besar korban meninggal dunia akibat tertimpa reruntuhan bangunan. Sedih betul. Satu korban meninggal saja sudah terlalu banyak, apalagi 91. Memang, enggak ada yang bisa menghalau terjadinya bencana. Tapi, untuk meminimalisir dampaknya, tentu itu perkara lain.
Infografis Gempa Lombok (Sumber: BNPB)
Bukan gempa yang mencelakakan
Sorry nih, bukannya cari-cari kesalahan. Tapi jelas, evaluasi adalah hal penting. Bukan gempa yang mencelakai. Pemerintah harusnya sadar, mereka telah lalai. Semua tahu, Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah wilayah pertemuan lempeng gempa. Dan langkah-langkah antisipasi seharusnya bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak gempa.
Soal rumah tahan gempa, misalnya. Fakta bahwa kebanyakan korban jatuh karena tertimpa bangunan jadi bukti Pemerintah Daerah (Pemda) NTB lalai menunaikan kewajiban untuk membangun bangunan tahan gempa.
Padahal, Pasal 18 Ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung sudah mengamanatkan: Ketentuan mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa bumi dan/atau angin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Artinya, jika merujuk pada UU di atas dan fakta geografis --yang diperoleh dari hasil pemetaan gempa tahun 2010 yang dilakukan Tim Revisi Peta Gempa Indonesia-- bahwa NTB berada di wilayah rawan gempa, seharusnya bangunan-bangunan yang berdiri di NTB sudah terstandar tahan gempa.
Ketua Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia (ATAKI) Manahara R Siahaan yang kami wawancarai pun bilang begitu. Manahara bahkan bilang, dengan bangunan yang terstandar tahan gempa, 7 SR harusnya enggak jadi masalah.
"Kemarin itu, gempa 7 Skala Richter harusnya (bangunan) masih mampu. Tapi kalau melihat sekarang, kita masih banyak yang tidak tertib (membangun bangunan tahan gempa). Masih ada yang tidak tertib," kata Manahara.
Kata Manahara, bencana kemarin harus jadi gempa terakhir yang menimbulkan dampak parah --terutama merujuk jumlah korban-- di NTB. Pemerintah NTB enggak boleh lagi lalai menunaikan kewajibannya membangun bangunan tahan gempa. Manahara jelas enggak asal ngomong. UU 28/2002 dan hasil pemetaan gempa 2010 jelas jadi perintah yang harus dipatuhi.
"Harusnya pemerintah daerah waktu memberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) harus benar-benar diperhitungkan. Apalagi kalau konstruksinya beton seperti ini. Kalau kayu, ya tidak terlalu begini lah bahayanya," jelasnya.
Dan enggak ada alasan lagi. Apalagi soal biaya. Kata Manahara, biaya pembangunan bangunan biasa dan bangunan tahan gempa enggak terlalu jauh, kok. Intinya sih, pasti ada cara. Tinggal bagaimana pemerintah memformulasikan penerapannya saja.
"Soal biaya, saya kira enggak ke sana lah, ya. Biaya tambah sedikit saya kira enggak masalah. Sebenarnya kemarin itu sudah diperingatkan waktu gempa pertama ... Ada aturannya, pasti ada juga perhitungan struktur untuk bangunan tahan gempa itu," ungkap Manahara.
Foto-foto dampak gempa Lombok (Sumber: Istimewa)
Bangunan tahan gempa
Lanjut, kami kemudian mencoba menelusuri bagaimana sebenarnya standar bangunan tahan gempa. Dilansir Homify, seenggaknya ada delapan unsur yang perlu diperhatikan untuk membangun rumah yang tahan gempa. Mari kita bedah.
Kualitas Tanah
Kualitas tanah menentukan seberapa kuat rumah bisa berdiri. Karenanya, bangunan tahan gempa hanya dapat dibangun di atas tanah dengan komponen tebal seperti kerikil berpasir, pasir tanah liat, dan jenis tanah lain yang memiliki komponen tebal.
Pondasi
Rumah tahan gempa membutuhkan pondasi yang kuat. Dan pondasi yang kuat bergantung pada material yang digunakan dan seberapa dalam pondasi ditanam. Pada konstruksi rumah tahan gempa, perlu diperhatikan bagaimana agar struktur pondasi, kolom, balok, dan struktur atap menyatu dengan sambungan yang memadai. Khusus konstruksi yang terbuat dari kayu, selain perlu tambahan struktur menyilang (bracing) harus dilengkapi dengan plat baja pengikat di setiap pertemuan (joint) sehingga menjamin fleksibilitas geraknya.
Tinggi Bangunan
Tinggi bangunan adalah hal penting dalam pembangunan bangunan tahan gempa. Tinggi bangunan harus disesuaikan dengan pondasi yang dimiliki agar beban yang ditanggung tanah enggak terlalu besar. Selain itu, beton dan pondasi rumah atau pun bangunan bertingkat harus dibuat fleksibel agar saat terjadi gempa, bangunan tersebut bergerak mengikuti arah gempa. Hal ini lah yang membuat bangunan bertahan saat gempa.
Simetri dan distribusi beban
Untuk membuat bangunan yang tahan gempa, diperlukan simetri dan pendistribusian beban yang pas. Simetri dalam desain struktur bangunan membantu keseimbangan konstan, mendistribusikan beban secara merata di atas pondasi.
Desain struktur
Ketika terjadi gempa, seringkali kita melihat retakan-retakan di sekitar bangunan. Retakan tersebut terjadi karena bangunan tidak memiliki desain struktur yang dinamis. Struktur dinamis diperlukan dalam sebuah bangunan tahan gempa. Jarak antara pondasi ke dinding harus memiliki kapasitas untuk mendukung gaya, statis, dan dinamis serta memiliki fleksibilitas yang cukup untuk menyerap energi gempa sehingga enggak memberi dampak terlalu besar terhadap bangunan.
Kualitas dan konstruksi bangunan
Kualitas bahan dan konstruksi bangunan merupakan faktor penting untuk membuat bangunan yang kokoh. Untuk alasan ini, beton dengan baja bertulang sangat ideal untuk membangun bangunan tahan gempa karena sangat fleksibel. Namun, bajanya pun harus memiliki kaliber tepat sesuai perhitungan, campuran yang tepat dalam dimensi beton dan presisi untuk balok dan kolom.
Mendapat Sertifikat
Untuk memastikan bangunan kita benar-benar aman dari gempa, proses konstruksi rumah tahan gempa harus sesuai dengan peraturan, spesifikasi dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh UU pembangunan daerah dan peraturan konstruktif negara bagian dan nasional. Untuk ini, insinyur atau arsitek yang bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut harus mengelola otoritas dan menyajikan proyek eksekutif dan konstruktif pada waktu yang tepat.
Pemeliharaan konstruksi
Perawatan rumah adalah langkah terakhir yang perlu dilakukan untuk memastikan rumah yang telah dibangun tahan terhadap gempa. Merawat bangunan merupakan prioritas untuk memastikan kondisi penggunaan dan kelayakan yang optimal.