Vonis PT Palangkaraya terhadap Jokowi Dinilai Janggal

| 22 Aug 2018 18:22
  Vonis PT Palangkaraya terhadap Jokowi Dinilai Janggal
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya memvonis Presiden Joko Widodo beserta sejumlah jajarannya karena melakukan perbuatan melawan hukum di kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Ahli kebakaran hutan dan lahan dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo, menilai vonis ini janggal. Sebab, baru di era Jokowi, permasalahan kebakaran hutan dan pembebasan lahan gambut mendapatkan perhatian intensif.

Dia menerangkan, vonis yang dijatuhkan kepada Jokowi berasal dari gugatan tahun 2015 yang merupakan salah satu kejadian terburuk karhutla yang pernah dialami Indonesia. 

Saat itu, Presiden Jokowi baru saja menjabat, dan kasus karhutla memang sudah menjadi langganan setiap tahun terjadi di daerah-daerah rawan.

Bambang menyampaikan, banyak faktor yang menyebabkan karhutla kala itu. Mulai dari jor-joran izin di masa lalu, alih fungsi lahan gambut, lemahnya penegakan hukum, hingga ketidaksiapan pemerintah saat titik api sudah meluas.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, belajar dari Karhutla 2015, menurut Bambang, Presiden Jokowi langsung mengambil langkah cepat dan tegas. Terjadi perubahan besar-besaran dalam menangani Karhutla di Indonesia.

"Dari 12 tuntutan yang diajukan itu, tepatnya sebelum gugatan dikabulkan PN pada Maret 2017, sebagian besar sebenarnya sudah dipenuhi," kata Bambang, Rabu (22/8/2018).

Ketika tahun 2015 terjadi karhutla parah, Menteri LHK telah menerbitkan Surat Edaran 494/2015 kepada seluruh pemegang konsesi untuk menghentikan semua kegiatan pembukaan gambut dan pembukaan kanal yang menyebabkan kekeringan ekosistem gambut.

Tidak hanya itu, Menteri LHK juga menerbitkan Permen LHK P 77/2015 yang mengatur pengambilalihan areal terbakar di konsesi oleh pemerintah yang dinilai Bambang sebagai langkah berani yang belum pernah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya.

Januari 2016, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.01 Tahun 2016 untuk membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk merestorasi areal gambut terbakar 2015. Hingga lahirnya PP 57 tahun 2016 tentang tata kelola gambut yang menjadi awal pondasi moratorium pembukaan gambut baru.

PP terkait gambut ini menjadi sejarah, karena moratorium tidak hanya berlaku pada izin gambut yang lama, tapi juga pada konsesi izin yang lama. Dimana konsesi tersebut tidak diperbolehkan lagi melakukan pembukaan lahan gambut dan pembukaan kanal yang menyebabkan gambut menjadi kering dan rentan terbakar.

"Mengapa harus moratorium pembukaan gambut? Karena lahan gambut sangat rentan sekali terbakar dan sebagian besar karhutla terjadi di lahan gambut, dan sangat sulit dipadamkan," ujar Bambang.

Selanjutnya pemerintah juga mengeluarkan Permen LHK nomor 32 tahun 2016 terkait pengelolaan dan pemulihan gambut dan SOP pencegahan Karhutla 2016 oleh Kemenko Perekonomian.

Pemerintah juga menerbitkan Permen LHK nomor 9 tahun 2018 tentang siaga darurat kebakaran, sebagai wujud keseriusan penegakan hukum bagi korporasi yang melanggar.

"Saya justru setuju jika dikatakan di era Presiden Jokowi Karhutla ditangani dengan sangat serius, meskipun masih ada beberapa yang belum beres, namun beberapa kebijakan sudah menjawab tuntutan publik," kata Bambang.

Penanganan Karhutla secara menyeluruh dari hulu ke hilir di masa pemerintahan Presiden Jokowi, telah membawa hasil signifikan. Indonesia akhirnya untuk pertama kali bisa bebas bencana Karhutla dan asap secara nasional pada tahun 2016 dan 2017 lalu, setelah hampir dua dekade lamanya selalu mengalami bencana yang sama

Perlu kamu tahu, vonis Karhutla atas Jokowi berawal dari sekelompok masyarakat menggugat negara karena menilai Jokowi dan kawan kawan selaku penanggung jawab telah gagal memberikan kepastian hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat kepada seluruh rakyat Kalimantan Tengah. Sehingga, warga butuh kepastian bila tahun-tahun selanjutnya tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan.

Adapun penggugat tersebut itu adalah:

1.Arie Rompas

2.Kartika Sari

3.Fatkhurrohman

4.Afandi

5.Herlina

6.Nordin

7.Mariaty

Mereka bertujuh menggugat:

1.Presiden Republik Indonesia

2.Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia

3.Menteri Pertanian Republik Indonesia

4.Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

5.Menteri Kesehatan Republik Indonesia

6.Gubernur Kalimantan Tengah

7.Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah

Gugatan itu terdaftar di PN Palangkaraya dengan nomor 118/Pdt.G/LH/2016/PN.Plk. Gugatan ini sudah mencapai tahapan vonis dan menyatakan Jokowi bersalah. Atas putusan tersebut Jokowi memilih melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan kasasi ke MA. Kini kasasi itu masih diperiksa di MA.

Rekomendasi