Pemerintah Terus Lawan Tuntutan Aktivis soal Kebakaran Hutan

| 16 Sep 2019 17:15
Pemerintah Terus Lawan Tuntutan Aktivis soal Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan di Kalimantan Tengah (Instagram/walhinasional)
Jakarta, era.id - Kebakaran hutan meluas. Kabut asap semakin mematikan. Korban-korban terus berjatuhan. Pemerintah, bukannya melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) soal pencegahan dan penanganan kebakaran hutan, malah terus-terusan membela diri. Kali ini, perlawanan perkara dilakukan lewat peninjauan kembali.

Pertengahan Juli lalu, MA menolak permohonan kasasi atas Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta sejumlah menteri terkait kasus kebakaran hutan tahun 2015 di Kalimantan.

Putusan MA memperkuat vonis pengadilan negeri dan pengadilan tinggi Palangkaraya bahwa Jokowi dan para pembantunya telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Ketua majelis hakim, Nurul Elmiyah beserta dua anggota, Pri Pambudi Teguh dan I Gusti Agung Sumanatha mengetok perkara bernomor 3555 K/PDT/2018 itu pada 16 Juli. Perkara ini merupakan kelanjutan dari putusan tingkat pertama yang diketok Pengadilan Negeri (PN) Palangkaraya pada 22 Maret 2017.

Adapun tergugat dalam perkara ini adalah Jokowi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, serta Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran dan DPRD Kalimantan Tengah.

Dalam putusannya, PN Palangkaraya memerintahkan Jokowi menerbitkan Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan itu dianggap amat penting sebagai pencegahan sekaligus penanggulangan kebakaran hutan dan lahan berorientasi pelibatan masyarakat.

Atas putusan itu, pemerintah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Palangkaraya. Lagi-lagi, upaya bela diri pemerintah ditolak. 19 September 2017, pengadilan tinggi memutuskan memperkuat putusan PN Palangkaraya dengan nomor perkara 36/PDT.G-LH/2017/PT PLK. Putusan yang kemudian kembali mendapat perlawanan dari pemerintah. Kasasi dilayangkan.

Terkait kasasi yang juga ditolak, Siti Nurbaya menyatakan akan mengajukan peninjauan kembali (PK). "Pemerintah akan melakukan PK. Dokumennya akan saya pelajari dengan jaksa agung, ada menkes, gubernur Kalteng juga. Semua kita koordinasikan," kata Siti ditulis Kompas beberapa jam setelah putusan MA.

Menurut Siti, pemerintah telah melakukan penanganan kebakaran hutan dengan baik. Kebakaran hutan dan lahan pun diklaim Siti telah menurun hingga 92,5 persen.

"Secara umum langkah-langkah untuk mengelola kebakaran hutan sudah dilakukan dengan sebaik-baik-nya oleh pemerintah dari banyak aspek, apakah sistem monitoring, pengendalian dan pemadaman, pencegahan dan penegakan hukum juga," tutur Siti.

Aksi protes kabut asap di Kalimantan (Walhi)

Daftar tuntutan

Gugatan terhadap pemerintah itu diajukan menyusul bencana kebakaran hutan Kalimantan pada 2015. Para penggugat atas nama Arie Rompas, Kartika Sari, Fatkhurrohman, Affandi, Herlina, Mariaty, dan Nordin meminta pemerintah segera melakukan sejumlah langkah mencegah sekaligus menangani kebakaran hutan.

Arie Rompas yang merupakan Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, putusan itu dapat jadi rujukan penting bagi pemerintah dalam penanganan kebakaran hutan. "Menuntut itu ke pengadilan dan mewajibkan beberapa perusahaan itu untuk melakukan pemulihan," kata Arie kepada BBC Indonesia, pertengahan Juli lalu.

Dalam tuntutan tersebut, ada sejumlah poin terkait penerbitan peraturan pelaksana dari UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang harus dibuat pemerintah, yaitu:

1. Peraturan Pemerintah tentang tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan Hidup

2. Peraturan Pemerintah tentang baku mutu lingkungan, yang meliputi: baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutu udara ambien dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

3. Peraturan Pemerintah tentang kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan

4. Peraturan Pemerintah tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup

5. Peraturan Pemerintah tentang analisis risiko lingkungan hidup

6. Peraturan Pemerintah tentang tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

7. Peraturan Pemerintah tentang tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup

Selain itu, pemerintah juga dituntut membuat tim gabungan yang berfungsi untuk melakukan peninjauan ulang dan revisi izin-izin usaha pengelolaan hutan dan perkebunan yang telah terbakar maupun belum terbakar berdasarkan pemenuhan kriteria penerbitan izin serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.

Tugas lain dari tim gabungan ini adalah untuk menegakkan hukum lingkungan, baik perdata, pidana, maupun administrasi atas perusahan-perusahaan yang lahannya terbakar. Selain itu, tim gabungan juga harus membuat roadmap terkait pencegahan dini, penanggulangan, sekaligus pemulihan korban kebakaran hutan dan lahan serta pemulihan lingkungan.

Presiden Jokowi pimpin rapat koordinasi penanganan karhutla (setkab)

Lebih lanjut, gugatan itu juga mendorong pemerintah mengumumkan kepada publik terkait lahan yang terbakar dan perusahaan-perusahaan pemegang izinnya. Pemerintah juga diwajibkan mengumumkan dana investasi pelestarian hutan dari perusahaan-perusahaan pemegang izin pengelolaan hutan.

"Tahun 2015 sudah mulai banyak lahan gambut yang terbakar. Nah, dari sini mestinya di-review izin konsesi, baik kelapa sawit maupun HTI di wilayah gambut. Kalau melanggar, dicabut izinnya, lalu direstorasi, maka enggak ada lagi kejadian seperti ini, tutur Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia Kiki taufik kepada era.id, Senin (16/9).

"Bulan februari kami mengeluarkan rilis sebelas perusahaan yang dendanya mencapai 19 triliun. Itu tidak ada satupun yang membayar. Dan pemerintah tidak menagih itu. Padahal itu denda untuk melakukan restorasi," tambahnya.

Di poin lainnya, pemerintah juga dituntut segera mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemaran udara dan sebuah tempat evakuasi berupa ruang bebas pencemaran udara. Selain itu, pemerintah juga diminta membebaskan biaya pengobatan bagi para korban di seluruh rumah sakit di Provinsi Kalimantan Tengah.

"Kemudian segera kerahkan kekuatan pemerintah untuk mengevaluasi masyarakat. Jangan sampai masyarakat mati perlahan, terutama di Kalimantan, Palangkaraya, Pekanbaru, dan di kota kecil juga yang dokternya sangat sedikit. Banyak masyarakat yang meninggal karena enggak bisa bernapas. Kerahkan juga dokter-dokter," tutur Kiki.

Rekomendasi