"Pemberian itu diduga untuk mempengaruhi putusan majelis hakim," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (29/8/2018).
Dijelaskan Agus, KPK menetapkan hakim Ad Hoc Tipikor Merry Purba dan panitera pengganti di PN Medan, Helpandi sebagai tersangka. Mereka diduga menerima suap dari terdakwa Tamin Sukardi untuk meringankan putusannya dalam perkara tindak pidana korupsi.
Kala itu, Merry duduk sebagai hakim anggota bersama Sontan Merauke Sinaga dengan ketua majelis hakim Wahyu Setyo Wibowo. Merry diduga telah menerima uang suap 150.000 dolar Singapura dari Tamin.
"Dari tangan Helpandi, tim KPK mengamankan 130.000 dolar Singapura dalam amplop cokelat. Pemberian ini merupakan bagian dari total 280.000 dolar Singapura yang diserahkan TS (Tamin Sukardi) kepada Helpandi melalui orang kepercayaannya pada 24 Agustus 2018 di Hotel JW Marriott Medan," jelas Agus.
Ditambahkan Agus, dalam menjalankan aksinya, Merry disebut menggunakan kata sandi dalam penerimaan uang suapnya dengan total 280.000 dolar Singapura. Kode yang kerap digunakan Merry saat menerima jatahnya berupa 'Ratu Kecantikan'.
"KPK mengidentifikasi penggunaan sandi dan kode dalam perkara ini, seperti 'pohon' yang berarti uang dan kode untuk nama hakim yaitu 'Ratu Kecantikan'," ungkap Agus.
Nah supaya kalian tahu, pemberian suap itu dilakukan Tamin Sukardi untuk mempengaruhi putusan perkara tindak pidana korupsinya, di mana Tamin dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 132 miliar. Sedangkan, tuntutan jaksa 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 132 miliar.
Atas perbuatan tersebut, sebagai pihak penerima Merry dan Helpandi dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara, Tamin dan Hadi yang diduga sebagai pemberi dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.