"Dari 285 Kab/Kota dengan 91.001.344 pemilih yang terhimpun, ditemukan kegandaan data sebanyak 1.013.067," sebut Ketua Bawaslu RI Abhan dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/9/2018).
Kata Abhan, hasil analisis kegandaan DPT tersebut didasari pada elemen NIK, nama dan tanggal lahir yang identik.
"Ketiga elemen tersebut menjadi basis analisis kegandaan dengan menggabungkan seluruh data dalam lingkup Kabupaten/Kota," kata dia.
Terhadap data kegandaan tersebut, Bawaslu kabupaten/kota langsung berkoordinasi dengan KPU/KIP kabupaten/kota untuk dilakukan pencermatan bersama sekaligus dengan hasil pengawasan terkait dengan pemilih tidak memenuhi syarat (TMS) tetapi tercantum dalam DPT, Pemilih memenuhi syarat (MS) tetapi tidak masuk dalam DPT serta kesalahan elemen informasi dalam DPT.
"Bawaslu berencana untuk terus melakukan analisis kegandaan hingga menyelesaikan seluruh kabupaten/kota se-Indonesia hingga 16 September 2018 di tingkat pusat," kata dia.
Sebelumnya, Komisioner KPU Viryan Azis mengungkapkan beberapa penyebab terjadinya identitas ganda pada Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilu 2019.
Pertama, kata Viryan, adanya praktik administrasi dalam pencatatan data pemilih yang masih belum selesai. Misalnya, ada pemilih yang sudah memiliki KTP elektronik di suatu tempat, namun kemudian pindah.
"Mengurus data kepindahan namun dimungkinkan di tempat asal masih ada datanya, di tempat baru ada datanya sendiri," ujar Viryan di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (6/9/2018).
Penyebab kedua, lanjut Viryan, terjadi perekaman identitas sebanyak dua kali lantaran proses pemasukan data yang kurang tuntas.
"Kurang tuntas itu maskudnya orangnya berbeda di Pilkada dan Pemilu, setelah dicek kembali orangnya berbeda," ujarnya.
Selanjutnya, penyebab ketiga adalah adanya kemungkinan data pemilih ganda yang memang seharusnya dicoret oleh KPU dan belum dilakukan.
Untuk menindaklanjuti dugaan DPT ganda, KPU menggelar pertemuan dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), perwakilan partai politik peserta Pemilu 2019, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di kantor KPU hari ini. Mereka masing-masing membawa data pemilih yang dimiliki, untuk kemudian dicocokan satu sama lain.
"Yang menurut peserta pemilu itu data gandanya di mana saja, menurut Bawaslu data gandanya di mana saja. Kami juga mempunyai data sendiri," sebut dia.
Jika ditemukan perbedaan dari hasil pencocokan data tersebut, lanjut Viryan, kemungkinan karena ada perbedaan metode yang digunakan untuk menghitung jumlah pemilih. Setelah dilakukan sinkronisasi, akan dipakai metode yang paling presisi dan bisa menjamin jumlah DPT Pemilu 2019 akurat.
"Akan kami lihat metode yang paling presisi, dan paling bisa menjamin DPT ganda hanya sekian. Kami mendorong rembuk bersama agar hasil yang ada tidak akan dipersepsikan berbeda," kata dia.
Sebelumnya, koalisi partai politik (Parpol) pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menemukan sekitar 25 juta pemilih ganda dari daftar pemilih sementara (DPS).
Atas tudingan tersebut, Viryan membantah identitas ganda pada DPS Pemilu 2019 jumlahnya mencapai 25 juta. Menurut Viryan, memang ada potensi identitas ganda pada DPS Pemilu, tetapi jumlahnya tidak sampai 25 juta.
Sementara itu, KPU tetap merilis daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019 dalam rapat pleno yang digelar Rabu (5/9/2018), di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat. Namun, KPU memberikan waktu khusus untuk memperbaiki DPT selama 10 hari kerja setelah DPT ditetapkan.