ERA.id - Google Doodle hari ini menampilkan sosok Sapardi Djoko Damono yang berasal dari Indonesia. Melalui artikel ini mari mengenal Sapardi Djoko Damono, penyair yang merevolusi puisi liris Indonesia.
Damono lahir pada hari ini di Solo, Jawa Tengah pada tahun 1940. Ia menghabiskan masa kecilnya di perpustakaan dengan membaca semua buku yang bisa didapatkan dan mulai menulis puisi saat bersekolah di SMA di Surakarta.
Mengenal Sapardi Djoko Damono Melalui Karyanya
Setelah mendapatkan gelar sarjana bahasa Inggris dari Universitas Gajah Mada, Damono belajar sastra Indonesia di sekolah pascasarjana. Sambil bekerja sebagai penyiar radio dan asisten teater, ia mulai menekuni puisi dengan lebih serius.
Pada tahun 1969, Damono merilis kumpulan puisi pertamanya berjudul dukaMu abadi. Buku tersebut tergolong melawan arus karena pada saat itu sebagian besar penyair Indonesia berfokus pada refleksi sosial dan gagasan.
Namun puisi-puisi Damono merefleksikan kondisi manusia. Berkat kesuksesan buku pertamanya, Damono diangkat sebagai profesor sastra di Universitas Indonesia.
Dilansir dari poetry international, terbitnya kumpulan puisi Damono yang pertama dapat dilihat sebagai kelahiran kembali puisi lirik Indonesia setelah periode keretakan ideologis yang keras selama tahun 1960-an.
Dengan bahasa yang jernih, tanpa hiasan, dan kedalaman yang halus, puisi-puisi Damono sangat kontras dengan bahasa yang sarat dengan slogan-slogan pada masa Indonesia yang terpolarisasi secara ideologis.
Pada masa-masa penuh gejolak tersebut, Damono menemukan suaranya sendiri dalam puisi-puisi yang singkat dan jernih dengan citraan yang sederhana namun sarat akan kehidupan sehari-hari.
Pada awal 1970-an, Damono telah muncul sebagai ahli kesederhanaan yang mendalam. Dalam banyak puisi Damono selanjutnya, berbagai hal tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang tak terduga atau luar biasa.
Damono dapat menyihir peristiwa biasa melalui pergantian frasa yang halus, atau pergeseran perspektif yang cepat.
Perlu diketahui, Damono kemudian menulis tiga kumpulan puisi kembali dengan gaya yang lugas dan introspektif, hingga kemudian menerima Penghargaan Penulisan Puisi Asia Tenggara yang disponsori oleh ASEAN pada tahun 1986.
Damono kemudian mendirikan Himpunan Sarjana Sastra Indonesia (HISKI) dan menjabat sebagai ketua selama tiga periode berturut-turut. Tujuan didirikan HISKI tidak lain sebagai niat Damono untuk mempromosikan bentuk seni di seluruh negeri.
Selain menulis karya sastra, Damono juga menerjemahkan karya-karya sastra dari seluruh dunia ke dalam bahasa Indonesia. Salah satu terjemahan Damono yang paling terkenal adalah The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway.
Kemudian pada tahun 1994, Damono menerbitkan kumpulan puisi kembali berjudul Hujan Bulan Juni. Buku tersebut merupakan kumpulan koleksi dari beberapa puisi terbaiknya.
Karya Damono bahkan menginspirasi beberapa musisi untuk menciptakan komposisi dengan tema serupa. Universitas Indonesia memilih Damono sebagai dekan fakultas dan mengadakan pembacaan puisi pada tahun 2010 untuk merayakan karya-karya Damono selama hidupnya.
Terdapat beberapa penghargaan yang diraih oleh Damono diantaranya Penghargaan Achmad Bakrie untuk Sastra pada tahun 2003, Puisi Putera dari Malaysia (1983), Penghargaan Sastra Dewan Kesenian Jakarta (1984), SEA Write Award dari Thailand (1986), dan Penghargaan Akademi Jakarta pada tahun 2012.
Damono juga pernah mengikuti Festival Internasional Puisi di Rotterdam pada tahun 1976. Hingga kini, puisi-puisi Damono masih dibaca di seluruh dunia, dan menjadi inspirasi bagi generasi penulis berikutnya.
Selain mengenal Sapardi Djoko Damono, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Ingin tahu informasi menarik lainnya? Jangan ketinggalan, pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…