Menyoal Kebakaran Tiga Kampung Adat di NTT

| 12 Sep 2018 15:07
Menyoal Kebakaran Tiga Kampung Adat di NTT
Ilustrasi (Pixabay)
Kupang, era.id - Sejumlah kampung adat yang jadi pusat budaya masyarakat sekaligus jadi kawasan tujuan wisata di Nusa Tenggara Timur (NTT) hangus terbakar dalam kurun waktu kurang dari setahun. Miliaran rupiah diperkirakan ikut hangus beserta seluruh aset dan potensi yang terdapat dalam tiga kampung adat itu. Kini, pemerintah daerah diminta ambil langkah serius mencegah peristiwa semacam ini terjadi lagi.

Kampung Adat Tarung di Kabupaten Sumba Barat yang berada di tengah ibu kota Sumba Barat, Waikabubak, hangus terbakar pada Oktober 2017 lalu. Kampung adat ini menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di kabupaten itu. Hampir setiap hari kurang lebih 20-30 wisatawan berkunjung ke kampung itu untuk mengetahui kebudayaan asli masyarakat Sumba.

Berbagai macam hiasan seperti tanduk kerbau, hiasan-hiasan tentang kebudayaan setempat hangus dalam sekejap. Kebakaran kampung adat kedua terjadi pada 13 Agustus bulan lalu, yang terjadi di Kampung Adat Gurusina, Ngada Pulau Flores. Kurang lebih 27 rumah adat hangus terbakar dan hanya meninggalkan puing-puing rumah adat tersebut.

Dari satu kampung adat ini saja, total kerugian diperkirakan mencapai miliaran rupiah lantaran terbakarnya sejumlah harta benda. Dan sekarang, kawasan wisata unggulan di kabupaten Ngada itupun tinggal kenangan.

Kebakaran kampung adat lainnya adalah kampung adat Bodu Maroto atau Bondo Morotuo di Desa Kalembu Kuni, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumba Barat, yang baru saja terjadi pada Selasa dini hari, pukul 00.30 WITA. Kebakaran itu menghanguskan 17 rumah warga yang dihuni oleh 34 kepala keluarga yang terdiri atas 141 jiwa.

Selain itu, satu rumah pertemuan yang merupakan bantuan dari Yayasan Pengembangan Sosial Donders juga ikut dilalap api. Belum lagi puluhan ekor ternak yang terbakar dan melarikan diri. Seperti kerugian di Kampung Adat Tarung, terbakarnya Kampung Adat Bodu Maroto juga diperkirakan mencapai miliaran rupiah.

Menyoal kebakaran

Kornelis Tagu Bore, warga Bodo Maroto mengungkapkan, api berawal dari sebuah rumah kecil dekat jalan masuk menuju kampung. Api dengan cepat merambat dan mebakar habis rumah adat dan seluruh isinya karena bahan bangunan rumah adat terbuat dari kayu yang beratapkan ilalang yang berdekatan satu sama lainya.

"Api mulai dari rumah kecil, pemiliknya bapak Bena Kabulu Mete, di sebelah kiri masuk kampung. Pada saat terbakar semua warga sedang tidur lelap, dan ketika mendengar bunyi bambu terbakar, seorang ibu keluar berteriak ada api sehingga semua warga keluar menyelamatkan diri dan barang," kata Kornelis seperti kami kutip dari Antara, Rabu (12/9/2018).

Menurut Kornelis, pada saat kejadian, sekitar 160 penghuni kampung hanya bisa menyelamatkan sebagian kecil barang dalam rumah karena api begitu cepat, hingga semua bahan makanan juga habis terbakar. Begitu juga dengan sebagian besar barang adat peninggalan leluhur dan sebagian besar ternak peliharaan.

"Kami berusaha menelepon mobil pemadam, tetapi tidak datang. Kami berusaha memadamkan api dengan cara menyiram dengan ember, tetapi kobaran api kian cepat membesar, apalagi ada embusan angin malam itu," tutur Kornelis.

Dari sejumlah kasus kebakaran itu, penyebab kebakaran kampung adat bermula dari hubungan arus pendek listrik dari salah satu rumah yang berujung pada rumah adat lainnya. Perlu diketahui kampung adat yang dibangun di NTT, seluruh bangunannya terbuat dari kayu yang mudah terbakar. Sementara atapnya terbuat dari alang-alang atau rumput liar yang diambil dari kawasan padang rumput.

Dengan bentuk rumah seperti itu, terkena api sekecil apapun pasti akan langsung menjadi bencana seperti yang terjadi di tiga kampung ada di NTT itu. Maka, Kornelis meminta seenggaknya pemerintah daerah menyediakan hydrant sebagai langkah penanggulangan cepat. 

Kepala Dinas Pariwisata NTT, Marius D Jelamu juga sejatinya sudah bilang, kebakaran tiga kampung adat ini sungguh menyita perhatian mereka. Dan ia setuju, bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk menyediakan hydrant.

"Kampung-kampung adat kita di NTT yang jumlahnya mencapai ratusan ini perlu dilengkapi dengan hydrant air sehingga ketika terjadi kebakaran bisa cepat dipadamkan," ujarnya.

Marius mengakui kondisi kampung adat dengan rumah-rumah yang dibangun mengunakan bahan-bahan tradisional seperti kayu, alang-alang, dan bambu rawan terbakar ketika disambar api. Untuk itu, dibutuhkan upaya antisipasi dini dengan pengadaan fasilitas pemadaman seperti hydrant air untuk mencegah sambaran api di rumah-rumah yang pada umumnya saling berdekatan.

Ia mencontohkan, salah satu kampung adat yang sudah dilengkapi fasilitas hydrant yaitu Bena, di Kabupaten Ngada, Pulau Flores. Sementara, ada ratusan kampung adat lainnya yang dimiliki NTT yang pada umumnya belum ada fasilitas hydrant itu. Jika, tidak dijaga dengan baik, maka kasus seperti tiga kampung sebelumnya bisa saja terjadi lagi.

Untuk itu, pemerintah kabupaten yang memiliki kampung adat, agar mengadakan fasilitas hydrant untuk mengurangi risiko kebakaran agar aset wisata budaya itu terjaga. Kejadian terbakarnya kampung adat diharapkan menjadi perhatian bagi warga di kampung adat lainnya untuk selalu memperhatikan kondisi tungku api di dapurnya masing-masing sebelum beraktivitas di luar rumah.

"Warga juga harus waspada, jangan sampai tungku api dibiarkan menyala dan dekat dengan langit-langit rumah atau dinding yang semuanya dari bahan mudah terbakar," katanya.

Tak hanya soal hydrant , ia juga meminta instalasi kelistrikan di lokasi wisata kampung-kampung adat dirancang secara khusus sehingga terlindung dari bahaya hubungan pendek arus listrik. Ia mencontohkan Kampung Adat Gurusina di Kabupaten Ngada, Pulau Flores, yang terbakar beberapa waktu lalu yang diduga kuat akibat hubungan pendek arus listrik. Untuk itu, Marius meminta sistem kelistrikan pada ratusan kampung adat di NTT agar dibangun dengan rancangan khusus.

"Sebelumnya juga ada kampung adat Tarung di Pulau di Sumba dengan dugaan yang sama, kami berharap peristiwa ini tidak terjadi pada kampung-kampung adat lain di NTT ... Misalnya ketika korsleting secara otomatis padam semua atau seperti apalah rancangannya," katanya.

Perbaikan

Terbakarnya tiga kampung adat itu tentu menjadi perhatian bagi sejumlah pihak untuk memberikan bantuan perbaikan agar kawasan kampung adat itu bisa kembali seperti semula.

Kasus terbakarnya Kampung Adat Tarung di Sumba Barat pada Oktober 2017 lalu mendapat perhatian serius dari Kemenpar RI dan langsung memberikan bantuan berupa perbaikan kampung adat itu. Hingga saat ini Kampung Adat Tarung sedang dalam pembangunan agar menjadi kawasan wisata lagi.

Selain Kampung Adat Tarung, Kampung Adat Gurusina di Ngada juga menjadi perhatian dari pemerintah pusat melalui sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satunya adalah PT Jasa Raharja yang memberikan bantuan peralatan rumah tangga senilai Rp87 juta lebih bagi para korban.

Kepala PT Jasa Raharja Cabang NTT, Prastio Surahmanto, dalam penjelasannya mengatakan bantuan kemanusiaan bagi korban kebakaran di Gurisina dilakukan melalui program Bina Lingkungan PT Jasa Raharja. PT Jasa Raharja sebagai salah satu BUMN yang melaksanakan UU No.33 tahun 1964 juga memiliki tangungjawab sosial untuk memberdayakan masyarakat.

Terlepas dari bantuan untuk perbaikan dan bagi warga yang kehilangan sejumlah barangnya, kejadian serupa diharapkan tidak terulang lagi. Masyarakat, warga dan wisatawan diimbau untuk lebih berhati-hati menjaga dan melindungi warisan lelulur yang ada di kampung adat itu.

Rekomendasi