KPU juga telah menerima salinan putusan uji materi pasal 60 huruf j PKPU nomor 26 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota DPD.
"Kemarin hari Senin malam KPU sudah menerima salinan putusan MA (tentang) judicial review PKPU, baik itu PKPU tentang pencalonan DPD maupun PKPU yang pencalonan DPR. Nah, peraturan itu kita pelajari hari ini," kata Komisioner KPU Hasyim Asyari di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/9/2018).
Dengan adanya putusan MA ini, KPU akan mengidentifikasi kasus atau perkara bakal caleg bekal narapidana korupsi yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh KPU tetapi diloloskan oleh Bawaslu.
"Kemudian KPU akan mencermati, apakah tidak diloloskannya bakal caleg tersebut disebabkan karena statusnya sebagai mantan napi korupsi, atau karena hal lain," kata Hasyim.
Jika penyebabnya adalah status bakal caleg sebagai eks koruptor, maka KPU kemungkinan akan mengganti status bakal caleg tersebut dari TMS menjadi Memenuhi Syarat (MS).
"KPU akan memeriksa itu untuk ditindaklanjuti dalam arti dilaksanakan putusannya untuk (bakal caleg) dimasukkan kembali (dalam Daftar Calon Sementara)," ucapnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung mengabulkan dua gugatan perkara uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dari total 12 gugatan yang diajukan.
Pemohon pertama yang dikabulkan adalah pemohon nomor 46 Jumanto yang menggugat Pasal 4 (3) PKPU yang menyatakan parpol tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi, dan Pasal 11 ayat (1) huruf d soal komitmen pakta integritas.
Pemohon kedua yang dikabulkan adalah pemohon nomor 30 Lucianty Pasal 60 (1) huruf g dan j sepanjang frasa "mantan terpidana kasus korupsi". Diuji dengan UU no 7 2017, dan UU no 12 tahun 2011. Amar putusan kabul permohonan sebagian karena bertentangan dengan pasal 182 huruf g UU 7 tahun 2017.
"Putusan ini adalah mengikat sejak diucapkan, terhadap orang-orang yang mengajukan permohonan," tutur Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah di Gedung Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).