ERA.id - Jutaan data nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) diklaim telah tersebar di dark web pasca layanan bank plat merah tersebut mengalami gangguan selama berhari-hari. Padahal, Direktur Utama (Dirut) BSI Hery Gunardi sebelumnya sempat memastikan data nasabah BSI aman dalam siaran persnya, Sabtu (13/5/2023).
Geeees yang pada pake BSI, mungkin udah pada tau ya kemaren eror karena ada serangan Ransomware. Nah kayaknya negosiasinya gagal sedemikian hingga data2 manteman sekarang ada di darkweb 👀 https://t.co/nekfDmzAla
— Mona (@nmonarizqa) May 16, 2023
Berdasarkan keterangan Twitter @darktracer_int, Selasa (16/5/2023), negosiasi dengan BSI telah berakhir dan geng ransomware LockBit yang mengklaim bertanggung jawab atas gangguan layanan BSI beberapa hari lalu telah mempublikasikan data curian mereka ke dark web.
"Geng ransomware LockBit akhirnya menyebarkan seluruh data curian mereka dari BSI ke dark web," tulis akun @darktracer_int. Ia juga membagikan potongan gambar berjudul Index of/BANK_BSI/ yang diduga merupakan data-data BSI yang dicuri oleh LockBit.
Selain itu, akun tersebut juga membagikan tangkapan layar pesan dari LockBit kepada seluruh nasabah BSI yang merugi karena ketidakbecusan bank tersebut melindungi data mereka.
Pertama, mereka menyarankan untuk berhenti memakai BSI. "Orang-orang ini tidak mengerti caranya melindungi uang dan data pribadimu dari para penjahat," tulis pesan itu. "Satu-satunya yang mereka mampu hanya berbohong ke nasabah mereka."
Kedua, meminta orang-orang untuk memberitahu kerabatnya agar tak lagi memakai BSI.
Ketiga, menyuruh para nasabah untuk menuntut pertanggungjawaban kepada BSI. "BSI harus memberi kompensasi atas masalah yang menimpamu. Jika kamu menemukan datamu tersebar (kamu bakal menemukannya), tindak mereka secara hukum," tandas LockBit.
Sebelumnya, akun @darktracer_int juga mengumumkan bahwa geng ransomware LockBit berhasil meretas 15 juta data nasabah dan pegawai serta 1,5 terabyte internal data BSI.
Seperti diketahui, BSI sempat terkendala dan tak bisa diakses sejak 8 Mei dan berlangsung hingga beberapa hari. Akibatnya, perekonomian di Provinsi Aceh sempat lumpuh karena sebagian besar masyarakat Aceh menggunakan bank itu dan banyak pelaku usaha di sana tak bisa melakukan transaksi keuangan.