Mengaitkan seluruh bencana yang terjadi di tahun ini barangkali akan sangat sulit. Tapi, bagaimana dengan gempa 7,4 SR di Sulawesi Tengah dan erupsi Gunung Soputan di Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara yang terjadi dalam kurun waktu lima hari setelah guncangan di Palu dan Donggala? Berbagai spekulasi muncul soal ini. Banyak ahli --yang dadakan alias netizen sampai yang betul-betul memiliki landasan keilmuan-- menuturkan pendapat soal kemungkinan adanya pertalian antara dua bencana ini.
Ogah berkutat dengan pendapat netizen yang asal terka, kami mencari pendapat ahli yang memang kredibel dalam hal ini. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kasbani menjelaskan, pada dasarnya, sangat mungkin sebuah gempa bumi jadi pemicu letusan gunung berapi. Dan jika merujuk pantauan PVMBG, memang tercatat adanya lonjakan aktivitas Gunung Soputan sejak Senin (1/10), beberapa hari setelah terjadinya gempa di Sulawesi Tengah.
Meski kemungkinan itu ada, Kasbani menolak berspekulasi. Bukan apa-apa, meski terpantau mengalami peningkatan sejak gempa Sulawesi Tengah, aktivitas Gunung Soputan sejatinya sudah mengalami peningkatan bertahap sejak Juli 2018. Selain itu, jauhnya jarak antara titik gempa di Donggala dengan letak Gunung Soputan jadi salah satu yang membuat pernyataan Kasbani soal pertalian dua bencana ini bisa jadi mentah dengan sendirinya.
"Tetapi kami telah melihat peningkatan aktivitas gunung berapi sejak Juli, dan aktivitas ini melonjak pada hari Senin," kata Kasbini sebagaimana ditulis usatoday.com.
Keraguan Kasbani soal pertalian dua bencana ini dipertegas oleh ahli vulkanologi dari Universitas Concord, Janine Krippner yang menyatakan bahwa gempa Sulawesi Tengah bukanlah pemicu erupsi Gunung Soputan. Meski begitu, Krippner menjelaskan, realitas geografis Indonesia yang merupakan negara dengan frekuensi gempa tinggi memungkinkan faktor kebetulan ini terjadi.
Faktor kebetulan yang dimaksud Krippner adalah bagaimana dua bencana ini terjadi di wilayah yang sama dalam waktu yang berdekatan. Sebab, frekuensi gempa yang tinggi biasanya memang diikuti dengan frekuensi letusan gunung berapi yang juga tinggi, meski enggak melulu saling terkait. "Sehingga keduanya pasti akan terjadi di wilayah yang sama dalam satu waktu," kata Krippner.