Sebagai bentuk penghargaan, media ini mempublikasikan ulang tulisan-tulisan Khashoggi sejak 2017 lalu. Jurnalis senior ini memang rutin mengkritisi sejumlah kebijakan Arab Saudi. Tapi bagi Washington Post, apa yang dilakukan Khashoggi, bukan wujud benci, melainkan rasa sayangnya kepada negara Arab Saudi.
"Dia menulis tentang rasa cinta untuk negaranya dan iman yang mendalam dalam martabat dan kebebasan manusia," kata Fred Hiatt pada halaman editorial Washington Post.
"Kami sangat bangga untuk mempublikasikan tulisannya," sambung Hiatt.
Simak tulis Khashoggi bertajuk 'Saudi Arabia wasn’t always this repressive. Now it’s unbearable' yang ditayangkan pada 18 September 2017 silam. Dalam tulisannya itu, dia membandingkan citra positif yang diraih Putra Mahkota Mohammed bin Salman dengan kondisi di Saudi. Mohammed bin Salman mendapat pujian karena berniat membuat Saudi jadi lebih terbuka dan toleran.
Tapi apa yang terjadi? Khashoggi menulis justru baru saja dia melihat penangkapan terhadap 30 orang jelang kenaikan putra mahkota ke tahta.
Mohammed bin Salman (Sumber: Instagram/@special_royal)
Baca juga: Bualan Reformasi Putra Mahkota Arab?
"Sebagian dari mereka yang ditangkap adalah teman baik saya," tulis Khashoggi.
Khashoggi yang tewas jelang pernikahannya itu menulis tentang pemandangan mengerikan ketika petugas keamanan bertopeng menyerbu rumah-rumah dengan kamera, merekam segala sesuatu dan menyita kertas, buku, dan komputer. Mereka yang ditangkap dituduh sebagai penerima uang dari Qatar.
Khashoggi juga menceritakan pengalaman dirinya yang dipecat sebagai pemimpin redaksi dari media Al-Watan. Padahal selama bertahun-tahun, dia menjadi penasihat media untuk Pangeran Turki al-Faisal, duta besar Saudi untuk Inggris dan kemudian Amerika Serikat.
"Mungkin aneh jika dipecat oleh pemerintah dan kemudian melayani di luar negeri. Namun itu benar-benar paradoks Saudi," sindir Khashoggi.
Baca juga: Arab Saudi Menantang Dunia