Uji materi tersebut bernomor 65/P/HUM/2018 dengan KPU selaku pihak termohon dan diputus pada 25 Oktober 2018. Namun, isi putusan ini belum diungkap oleh MA.
PKPU tersebut merupakan tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menafsirkan jabatan kepengurusan seseorang dalam parpol sebagai 'pekerjaan', sehingga tidak boleh menjadi calon anggota DPD.
Putusan MA sebenarnya tidak membatalkan Putusan MK, melainkan membatalkan PKPU, karena dinilai membuat aturan yang berlaku surut.
Atas putusan ini, Oesman Sapta, lewat kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, akan menggugat KPU ke PTUN jika KPU tetap mencoret Oesman dalam daftar caleg DPD.
Menurut Yusril, KPU tidak memiliki dasar hukum untuk mencoret Oesman Sapta dan wajib mengembalikan Oesman Sapta dalam daftar nama calon DPD.
"Kalau KPU tetap ngeyel, kami lawan terus. OSO dan kami pengacaranya punya jiwa yang sama, jiwa petarung," ujar Yusril dalam keterangan tertulis, Selasa (30/10/2018).
Namun, lanjut Yusril, jika KPU melaksanakan putusan MA, maka gugatan akan dihentikan. "Kalau KPU masukkan (nama OSO di daftar calon tetap) gugatan di PTUN kami cabut," tutur dia.
Dengan demikian, Yusril menganggap adanya putusan MA yang membatalkan PKPU membuat argumentasi hukum atas gugatan OSO di PTUN semakin kuat.
"Nampaknya, jika dilanjutkan, gugatan OSO melawan KPU di PTUN berpeluang besar untuk dikabulkan," kata dia.
KPU mencoret Oesman Sapta sebagai calon anggota DPD karena tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik dan dia pun masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura. Menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai anggota partai politik.
Putusan KPU itu sempat digugat Oesman ke Bawaslu, tapi ditolak. Bagi Bawaslu, pencoretan ini adalah tindakan yang sah.