Mengapa Gagal Jadikan 'Pak Joko' Ayah Kita?

| 12 Nov 2018 21:02
Mengapa Gagal Jadikan 'Pak Joko' Ayah Kita?
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Sebuah video viral di media sosial. Dalam video, tampak seorang guru laki-laki dikerubungi siswanya. Beberapa dari siswa mendorong sang guru, melempar sejumlah barang, hingga melakukan gerakan menendang ke arah tubuh sang guru. Peristiwa yang menurut pihak sekolah adalah 'bercandaan' ini harus bisa mengetuk nalar waras, sudahkah kita memanusiakan semua manusia? Atau, sudahkah guru betul-betul menjadi dan dijadikan orang tua dalam ruang pendidikan formal?

Soal video tersebut, netizen bereaksi keras. Sebagian besar dari mereka mengutuk peristiwa ini. Dalam unggahan akun Instagram @riweuh_id, para netizen menumpahkan kemarahan mereka terhadap peristiwa ini.

@ferry_dirgantara_nugraha: Kepada instansi terkait ; Langsung ditindak tegas dari pihak sekolah, jgn ditolerir.. Karena tidak ada rasa hormat sama sekali terhadap Guru, jgn sampai ada korban tidak beradab lagi dari para siswa terhadap guru..

@tri.kun.98837Meskipun ini dibilangnya cuma bercanda ....tapi tetap kurang pantas kalau menurut saya....bercanda boleh tapi ga harus segitunya apalagi sama guru...dan dilingkungan pendidikan....semoga ga ada lagi yang seperti ini...karena tidak ada sopan santunya...sungguh memprihatinkan sekali

@sandramanahannasution Yg salah sepenuhnya bukan anaknya tapi ORANG TUA sianak yg tdk bisa membrikan pendidikan sopan santun,akhlak mulia sbagai seorang anak, bukankah guru itu yg jd orang tua kita disekolah? Sedangkan sianak tdk menghargai berarti dirumah jg anak2 ini dh biasa melawan orang tuanya, itu semua karna apa? Karna didikan AGAMA kurang. Sebab pondasi dan tiang kehidupan ini ada pada agama

Belakangan, peristiwa diketahui terjadi di dalam ruang kelas SMK NU 03 Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah. Hampir secepat peredaran videonya, Kepala Sekolah SMK NU 03 Kaliwungu, Muhaidin langsung memberi klarifikasi. Kata dia, peristiwa ini bukan kekerasan, melainkan bentuk candaan yang dilakukan para murid terhadap guru mereka, Joko Susilo. Kata Muhaidin, Joko pada dasarnya memang seorang guru yang doyan bercanda, makanya hal tersebut ia anggap sebagai kejadian yang wajar. Iya, bercanda. Dengan mendorong, melempar, hingga melakukan gerakan menendang ke arah Joko.

"Anak-anak ramai bercanda. Ada yang saling melempar kertas, dan salah satu kertas tersebut ada yang mengenai pak Joko. Selanjutnya, pak Joko meminta anak-anak untuk mengaku siapa yang melempar kertas tersebut. Tidak ada yang mengaku, tapi justru beberapa anak maju ke depan untuk bercanda atau guyonan, dengan harapan agar pak Joko tidak marah-marah, karena pada dasarnya pak Joko adalah guru yang suka becanda dengan anak-anak pada saat pembelajaran," tutur Muhaidin dalam sebuah video.

Terkait klarifikasi tersebut, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) bersikap kritis. Kami hubungi sore tadi, sang wakil sekretaris jenderal (wasekjen), Satriawan Salim mengatakan, jika aksi para siswa mendorong tubuh, melempar barang dan melakukan gerakan menendang ke arah tubuh Joko adalah sebuah candaan, maka ini adalah candaan paling buruk yang amat jauh meninggalkan etika, aturan, serta norma yang berlaku.

"Bagaimanapun kondisinya, kalau sekolah menyebut ini sebagai candaan, guyonan, ini sebenarnya enggak pas. Kontradiktif atau paradoks dengan terjadi. Kalau kita lihat di video itu, sebercanda-bercanda anak-anak dengan guru, mestinya modelnya enggak seperti itu. Apalagi kita ada etika, aturan, norma. Kalau bahasa anak-anak, enggak se-lebay itu jugalah bercandaannya."

Hubungan orang tua dan anak

Penafsiran hubungan antara guru dan siswa sebagai relasi antara orang tua dan anak jelas enggak boleh basi jadi ungkapan yang sekadar-kadar. Pengamalan jelas perlu dilakukan. Tafsir relasi guru dan siswa sebagai hubungan orang tua dan anak harus dilakukan secara ideal.

Memang, perkembangan zaman menuntut ruang pendidikan menyesuaikan dirinya. Para tenaga pendidik pun dituntut lebih progresif. Relasi yang memandang hubungan guru dan siswa sebagai hubungan orang tua dan murid pun mulai diragukan relevansinya. Hal ini juga disadari Satriawan. Menurutnya, begitu banyak pola yang berubah dalam sistem pendidikan Indonesia, termasuk terkait cara pandang tersebut.

Meski begitu, pandangan hubungan antara orang tua dan anak menanamkan nilai-nilai dan atmosfer penuh cinta dan kepedulian di ruang pendidikan tetap jadi hal penting. Caranya, guru harus bisa menciptakan ruang demokratis yang memungkinkan siswanya berekspresi, berkreasi, atau sekadar menjalin dialog terbuka. Dalam titik ini, kebebasan adalah hal yang penting untuk menciptakan relasi ideal guru dan siswa sebagai orang tua dan murid.

"Ini jangan ditafsirkan sebagai ayah dalam hal biologis. Tapi ayah secara edukatif, ayah yang harus memberikan teladan, contoh yang baik. Sekolah harus jadi ruang keluarga, bahwa anak harus diberi ruang untuk menyampaikan pendapat," kata Satriawan.

Dalam kasus Pak Joko, Satriawan memuji Pak Joko habis-habisan. Menurut Satriawan, tak banyak guru yang mampu menciptakan relasi sebagaimana Pak Joko membangun relasi dengan siswanya. Pak Joko telah memberi ruang begitu luas untuk siswanya berekspresi, bahkan bercanda dengannya. Tentu, enggak banyak kerendahan hati sebagaimana dimiliki Pak Joko. Namun, kesalahan pola pikir beberapa siswa SMK NU 03 Kaliwungu tentu adalah hal lain yang harus dibenahi.

"Dalam konteks pak Joko, pak Joko sudah memberikan teladan, memberi ruang untuk berekspresi, bercanda, tidak ada lagi relasi kuasa antara guru dan murid. Dan itu sangat bagus. Tetapi, ternyata persoalannya ada di mindset anak-anak kita, ada di siswa, yang menganggap ruang kebebasan tadi, mereka pikir tidak ada lagi norma, tidak ada lagi etika. Nah itu yang perlu diberikan konsekuensi, pendekatan-pendekatan."

Dan andai konsekuensi dan sanksi memang harus dijatuhkan kepada anak-anak tersebut, tentu otoritas harus memberikan konsekuensi yang memenuhi nilai pembelajaran. Artinya, apapun bentuk sanksinya, menumbuhkan kesadaran anak-anak adalah hal yang utama. Bahwa mereka perlu tahu mereka telah melakukan kesalahan, dan memahami bahwa Pak Joko adalah ayah yang telah merendahkan hatinya untuk memberi kebebasan berekspresi bagi mereka.

Rekomendasi