Sehari sebelumnya, sembilan siswi diberitahu agar meninggalkan sekolah di Negara Bagian Oyo di bagian barat-daya Nigeria. Mereka dilarang memasuki kompleks Sekolah Internasional Ibadan (ISI) pada Jumat, karena mereka memakai jilbab, hampir satu pekan setelah pemerintah di Negara Bagian Lagos, bagian barat-daya Nigeria, secara resmi menyetujui pemakaian jilbab oleh siswi Muslimah.
Keputusan pemerintah itu diambil dua tahun setelah pelarangan pemakaian jilbab di negara bagian tersebut dicabut dalam satu pengadilan banding. Di dalam satu pernyataan pada Sabtu, Dewan Tertinggi Nigeria Urusan Agama Islam (NSCIA) mengatakan perbuatan sekolah itu, yang berada di lingkungan Universitas Ibadan, merupakan diskriminasi resmi terhadap umat Muslim. Badan tersebut mengancam akan menuntut para pelakunya.
"Penolakan hak siswi Muslimah untuk memakai jilbab hanyalah satu lingkaran dari mata rantai panjang diskriminasi agama yang inkonstitusional terhadap umat Muslim di sekolah, yang mestinya menjadi pusat kebajikan tempat pembelajaran, ketulusan, keunggulan dan watak dihormati," kata Juru Bicara NSCIA Salihu Shehu di dalam satu pernyataan.
"Kami dengan keras mengutuk managemen ISI dan memperingatkan kepada sekolahnya bahwa ia akan dimintai pertanggung-jawaban atas apa saja ketidak-mampuan administrasi dan intolerensi agama terjadi," kata lembaga itu, sebagaimana dikutip Anadolu, Minggu pagi (18/11/2018).
"Umat Muslim di Nigeria tak bisa lagi berpangku tangan dan menyaksikan hak mereka diinjak-injak tanpa malu-malu oleh antek dan orang yang sok kuasa yang berada pada posisi berwenang," kata pernyataan itu.
Jilbab kian menjadi lambang penolakan umat Muslim terhadap warisan kolonial Inggris dalam kehidupan sehari-hari di Nigeria. Pada 2017, seorang sarjana Muslimah lulusan Fakultas Hukum dilarang untuk menghadiri acara di bar di Ibu Kota Nigeria, Abuja, karena ia memakai jilbab, sehingga menyulut kemarahan dari masyarakat Muslim dan perdebatan mengenai status sekuler negeri tersebut --yang kontroversial.
Barrister Firdaus Amasa belakangan diperkenankan memasuki bar itu. Dalam putusan pada 2016, satu pengadilan menyatakan pemakaian jilbab dinyatakan sebagai hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang Dasar negeri tersebut.