Ma'ruf Amin: Paham Radikal Jadi Tantangan Baru Indonesia

| 28 Nov 2018 17:47
Ma'ruf Amin: Paham Radikal Jadi Tantangan Baru Indonesia
Cawapres Maruf Amin. (Wardhany/era.id)
Jakarta, era.id - Cawapres nomor urut 01, Ma'ruf Amin, menyebut paham radikal menjadi salah satu tantangan bangsa Indonesia saat ini. Hal ini disampaikan Ma'ruf melalui rekaman suaranya dalam sebuah diskusi di Megawati Institute, Menteng, Jakarta Pusat. 

"Ada berbagai tantangan yang kita hadapi. Yaitu paham keagamaan yang agak radikal," ungkap Ma'ruf melalui rekaman suaranya, Rabu (28/11/2018).

Ma'ruf menjelaskan, penganut paham radikal ini hanya mengenal Islam kaffah --menyeluruh. Padahal, umat Islam di Indonesia menganut paham Islam ma'al mitsaq yang berarti Islam kaffah namun dengan kesepakatan.

Ketua nonaktif Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini kemudian menyebut, yang dimaksud kesepakatan ini telah diikat oleh dasar negara yaitu Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Sebabnya, Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, ras, dan agama.

Ilustrasi (Mahesa/era.id)

"Islam yang itu tapi ada mitsaq --perjanjian atau kesepakatan. Tentu bebeda dengan Saudi. Tidak ada mitsaq karena mereka tidak majemuk. Kita di sini sudah ada kesepakatan dan itu mengikat," jelas Ma'ruf.

Atas dasar itu, Ma'ruf Amin kemudian mengapresiasi usaha para pendahulu bangsa dan juga para ulama yang telah menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan keislaman dan kebangsaan. Sebab, di beberapa negara Islam hal ini masih menjadi masalah.

"Tapi para ulama kita di Indonesia sudah dapat menyelesaikan, mengkompromikan antara islam dan kebangsaan. Sehingga Islam dan kebangsaan tidak ada lagi pertentangan, tidak ada lagi konfrontatif," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Ma'ruf juga menyebut NKRI dan Pancasila adalah kesepakatan dan titik temu antara Islam dan nasionalis. Sehingga, hal itu perlu dijaga seterusnya dan jika ada yang masih mempertentangkan, artinya orang tersebut mispersepsi.

"Apabila masih ada yang persoalkan bisa mispersepsi keislamannya, sehingga tidak bisa memahami kebangsaan. Atau mispersepsi tentang kebanggasaanya sehingga tidak bisa memahami tentang kedua hubungan keduanya," tutupnya.

Rekomendasi