Padahal, kata Ma'ruf, banyak kebijakan di pemerintahan Jokowi yang pro terhadap umat Islam, antara lain menetapkan hari santri nasional dan pendirian Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).
"Di Situbondo (Jawa Timur) beliau malah dibilang santri Sitibondo. Karena belajar agama dari alumni Situbondo. Ada hubungan kelilmuan dengan Situbondo," ujar Ma'ruf di Kediamannya, jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/12/2018).
Ilustrasi Jokowi-Ma'ruf Amin. (era.id)
Ditambah, dengan mengajaknya sebagai calon wakil presiden, Ma'ruf menilai Jokowi telah mematahkan anggapan bahwa capres petahana tersebut tidak mementingkan aspek keislaman.
Kata Ma'ruf, bisa saja Jokowi mengangkat kalangan pengusaha, TNI dan Polri serta tokoh nasional lainnya menjadi cawapresnya, namun Jokowi lebih memilih dirinya.
"Tapi karena ada yang hanya melihat dengan mata kebencian, maka yang baik itu enggak kelihatan. Yang kelihatan yang buruk walaupun yang buruk enggak ada. Ini menurut saya kena penyakit ainussyub, mata kebencian," ucap dia.
Ketua Umum nonaktif MUI itu juga menjelaskan bahwa telah diriwayatkan dalam hadits, jangan sampai kebencian terhadap sebuah kaum membuat kita tidak berbuat adil.
"Ini berbeda dengan kalau melihat dengan mata kecintaan. Akan terlihat bagus semua. Yang bagus itu dengan mata kejujuran. Yang bagus kita bilang bagus yang tak bagus kita bilang tidak bagus. Untuk memperbaiki," pungkasnya.