Memerangi Perang Terhadap Ganja di Panggung Miss Universe

| 17 Dec 2018 16:55
Memerangi Perang Terhadap Ganja di Panggung Miss Universe
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Catriona Gray dinobatkan sebagai Miss Universe 2018. Di atas panggung, ia menebar semangat legalisasi ganja medis di Filipina. Pernyataan Catriona menarik perhatian dunia internasional. Soalnya di negara asal Catriona, tanaman lima jari itu masih masuk dalam golongan narkoba. Dan cara pemimpin negeri, Rodrigo Duterte memerangi narkoba jelas adalah salah satu yang paling bengis.

Di atas panggung, Catriona menyatakan dirinya berdiri bersama perjuangan legalisasi ganja medis. Hal tersebut disampaikan Catriona dalam sesi Q&A yang disampaikan pemandu acara, Steve Harvey: "Kanada baru-baru ini bergabung dengan Uruguay sebagai negara kedua di dunia yang membuat ganja legal. Apa pendapat Anda tentang legalisasi ganja?"

Catriona, tanpa ragu-ragu, menyatakan pandangannya, mengatakan, “Saya bersama (perjuangan) legalisasi ganja medis, meski saya tidak sepenuhnya mendukung legalisasi ganja untuk rekreasi. Sebab (ketika masuk pada perdebatan soal legalisasi ganja rekreasi) orang-orang akan berdebat soal 'bagaimana alkohol dan rokok'? Jadi, semuanya baik dalam kadar yang tidak berlebihan."

Di Filipina, wacana legalisasi ganja medis memang telah lama bergulir. Sejak 2014, sebelum kepemimpinan Duterte memutuskan memerangi narkoba lewat salah satu cara paling bengis dalam sejarah, sekelompok minoritas di dalam kongres telah membangun inisiasi legalisasi ganja medis, lewat Rancangan Undang-Undang (UU) Ganja Medis (the Compassionate Use of Medical Cannabis Act) yang dibentuk tahun 2015.

Dalam UU yang biasa disebut dengan House Bill ini, legislator telah merancang mekanisme pemanfaatan ganja medis, mulai dari penunjukkan 'dokter ganja' --dokter yang berhak mengeluarkan rekomendasi-- hingga pengawas kebijakan yang diseleksi ketat. Pasien yang mau memakai ganja untuk kepentingan medis, wajib memiliki kartu identifikasi dan berada dalam pengawasan otoritas terkait.

"Kami cukup beruntung karena dapat bekerjasama langsung dan diakui oleh Perwakilan Pertama Distrik Isabela, Rodolfo T. Albano III, penggagas utama legalisasi ganja medis di dalam kongres. Kami bekerja dengan intensif untuk merumuskan Rancangan Undang-undang Ganja Medis (House Bill) atau yang biasa kami sebut dengan the Compassionate Use of Medical Cannabis Act," tutur Kimmi Del Prado, pendiri Philippine Cannabis Compassion Society (PCCS), dikutip dari laman lgn.or.id, Senin (17/12/2018).

PCCS adalah kelompok relawan yang bekerja untuk mengedukasi potensi tanaman ganja kepada masyarakat sekaligus membantu agar masyarakat Filipina dapat memperoleh ganja medis secara legal, aman, dan berkualitas. Bagi PCCS, pesan perjuangan mereka jelas, negara boleh saja memerangi narkoba dengan cara paling bengis sekalipun. Tapi, memandang tanaman ganja sebagai keluarga narkoba adalah kekeliruan yang harus dihentikan. Dan segala potensi yang dimiliki tanaman ganja jelas adalah hal yang enggak mungkin diingkari.

 

Progres

Jorge Ignacio, seorang dokter yang tergabung dalam Masyarakat Kanker Filipina turut mendukung House Bill. Menurut Jorge, RUU ini akan menguntungkan ribuan pasien yang menderita berbagai penyakit. Kata Jorge, ia dan seluruh dokter yang tergabung dalam organisasi meyakini penggunaan ganja medis dapat dimanfaatkan untuk sejumlah kondisi medis tertentu. 

Selain kalangan medis, isu legalisasi ganja di Filipina juga didukung penuh oleh Gereja Katolik. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama katolik, Kimmi Del Prado melihat dukungan ini sebagai hal yang amat penting. Kini, tantangan yang harus dilalui untuk melegalisasi ganja di Filipina adalah pertentangan pihak mayoritas di kongres yang disebut Kimmi masih mewakili pandangan awam masyarakat umum soal stigma negatif tanaman ganja.

"Filipina adalah negara penganut setia ajaran Katolik. Vatikan dan gereja lokal memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap masyarakat kami. Tahun 2014 lalu, Konferensi Pastur Katolik Filipina mendeklarasikan dukungannya terhadap ganja medis karena hal itu sejalan dengan kewajiban moral mereka dalam memberikan rasa nyaman serta kemuliaan bagi pasien-pasien medis."

"Rancangan Undang-undang tersebut menghadapi beberapa hambatan di kongres. Jika Rancangan Undang-undang tersebut belum legal sampai 2016, kita harus memulainya lagi dari awal. Namun itu bukan masalah bagi kami. Satu hal penting yang kami sadari adalah kami telah memulainya dan tidak akan berhenti memperjuangkan legalisasi ganja medis."

Menanggapi resistensi itu, Kimmi mengatakan, pihaknya akan menggencarkan advokasi dan sosialisasi soal manfaat tanaman ganja --khususnya medis-- untuk menghapus stigma gelap soal tanaman ganja. "Secara umum ganja masuk ke dalam golongan Narkotika dan dianggap sebagai pembuat onar di masyarakat. Selain itu, pengguna ganja juga dianggap sebagai pelaku kriminal."

Perkara kriminalisasi itu nyatanya jadi soal yang juga disoroti oleh Kimmi. Menurutnya, sebagaimana negara-negara yang menganut prinsip War on Drugs, Filipina masih sering terjebak dengan fenomena kejahatan minor narkotika, di mana banyak pemenjaraan yang dilakukan karena kasus penggunaan narkotika dengan barang bukti yang sedikit. Buntutnya, penjara Filipina sesak.

Padahal, Filipina sejatinya telah sejak lama menganut slogan kampanye yang cukup terkenal: Save the user, jail the pusher, yang artinya menyelamatkan pengguna dengan program rehabilitasi dan menjerumuskan pengedar ke penjara. Tapi, di bawah kepemipinan Duterte, prinsip ini terasa seperti kentut. Dan memenjarakan para pengguna narkotika, nyatanya terbukti sebagai ikhtiar sia-sia menghentikan bisnis gelap narkotika.

"(Filipina) tidak mampu mencegah perdangan gelap narkotika sama sekali. Memenjarakan pengedar kelas kecil tidak akan pernah mampu menghentikan bisnis gelap bos-bos besar Narkotika," tutur Kimmi.

 

Rekomendasi