Pidato capres nomor urut dua ini pada Konferensi Nasional Partai Gerindra 2018 di Sentul, Senin (17/12) kemarin mengundang kontroversi. Hampir semua yang datang disinggungnya. Tentu saja serangan utama dilontarkan untuk lawan-lawan politiknya. Mulai dari emak-emak sampai wartawan, dibahas.
Pertanyaannya, apa memang gaya komunikasi politik Prabowo seperti itu yang natural? Haruskah kita memaklumi pidato dari seorang mantan jenderal yang memang identik dengan keras, dominan, dan penuh kuasa?
Pengamat komunikasi politik Gun Gun Heryanto tidak heran melihat gaya komunikasi Prabowo seperti itu. Ia menyebut gaya komunikasi Prabowo dengan istilah dynamic style. "Saya tidak heran karena Prabowo itu gayanya dynamic style, jadi gaya yang lebih menekankan pada pernyataan-pernyataan yang lugas, yang asertif, yang kerap kali menggunakan diksi-diksi yang verbal agresif," katanya.
Asertif itu maksudnya tegas. Menurut Gun Gun, gaya komunikasi Prabowo merupakan gaya lama. Makanya dia tidak heran kalau Ketua Umum partai berlambang Garuda tersebut melontarkan pidato seperti itu.
"Karena sebelum-sebelumnya juga bilang, 'Indonesia akan bubar, Indonesia akan punah, kemudian pemerintah lebih dekat dengan Tiongkok' itu semua pernyataan yang bersifat asertif," tambahnya.
Dalam pidato yang berlangsung hampir satu jam tersebut, Prabowo memang banyak mengumbar sindiran kepada yang datang. Serangan pertama, Prabowo memberi kritik pedas pada elite politik Indonesia.
"Elite Indonesia selalu mengecewakan, selalu gagal melaksanakan amanah dari rakyat Indonesia. Sudah terlalu lama elite yang berkuasa puluhan tahun. Sudah terlalu lama mereka memberi arah yang keliru. (Ini) sistem yang salah," kata Prabowo.
Tidak hanya itu, Prabowo juga bilang kalau sistem sekarang ini diteruskan, akan bikin Indonesia makin miskin, semakin tidak berdaya, bahkan bisa punah.
Bukan hanya lawan politiknya yang disinggung, Prabowo juga menyinggung pendukungnya kala itu. Awalnya Prabowo menyinggung soal demonstrasi yang terjadi di Paris, Prancis. Kemudian dia bertanya kepada khalayak, "Lihat nggak apa yang terjadi di Paris? Lihat gak? Kok jawabnya Lemes?".
"Berarti kalian gak liat, gak nonton. Tampang-tampang kalian, nontonnya dangdut aja. Betul? Apalagi garda metal ini," singgungnya yang malah disambut tawa.
Prabowo juga kembali menyinggung wartawan soal aksi 212 beberapa waktu lalu. Menurutnya media tidak bisa melihat banyaknya jumlah peserta yang hadir. "Yang aneh bin ajaib, banyak sekali media-media kita yang tidak melihat 13 juta orang. Mata mereka mungkin ada di dengkul," kata bekas menantu Presiden Soeharto ini.
Tengok juga sindiran Prabowo soal sumbangan. "Elite-elite partai, kalau kalian tidak nyumbang kelewatan kalian. Ini tukang ojek aja ngirim penghasilannya kepada kita," sindir Prabowo.
Termasuk juga kalau Prabowo bertanya apa para purnawirawan yang hadir tahu apa itu Burkina Faso. "Bangga atau tidak kita setingkat dengan Burkina Faso? Saya yakin, itu jenderal-jenderal purnawirawan letak Burkina Faso pun tidak tahu," ketus Prabowo.
Menurut Gun Gun tujuan dari gaya pidato yang dilakukan Prabowo karena ingin membentuk identitas politiknya. Supaya setiap yang dibicarakan menjadi bahan perbincangan publik.
"Intensinya adalah selain menjadi political identitiy Prabowo, sepertinya Prabowo lebih terbiasa dengan gaya itu sehingga dia merasa menjadi mudah menciptakan pesannya menjadi isu yang diperbincangkan," pungkasnya.