Salah satu hoaks yang dimaksud adalah rencana terbitnya lagi tabloid Obor Rakyat. Tabloid itu berisi hoaks soal Presiden Joko Widodo dan PDI Perjuangan. Kata Ganjar, para kader di daerah diminta untuk memperhatikan penyebaran tabloid berisi fitnah tersebut.
"Hari ini kader dikumpulkan agar mereka menjadi mata partai, telinga partai, dalam tingkat gerakan akan menjadi otot partai," kata Ganjar usai penutupan Rakornas dan perayaan HUT PDIP ke-46 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (11/1/2019).
Ganjar yang juga bergerak sebagai Pengarah Teritorial Tim Kampanye Daerah Jawa Tengah Jokowi-Ma'ruf Amin menyebut, tak masalah jika tabloid Obor Rakyat yang akan terbit berisi soal kritikan terhadap pemerintah. Tapi, akan jadi masalah, ketika tabloid itu berisi fitnah dan berita bohong.
"Kalau tidak melanggar boleh saja, tapi kalau melanggar kita akan ambil tindakan," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Ganjar meminta agar Bawaslu dapat segera mengambil tindakan ketika ada pelaporan soal berita bohong. Sebab, menurut cerita dia, di Pilkada 2018 yang lalu dirinya juga sempat diserang berbagai isu lewat berita bohong. Namun, Bawaslu tak merespon pelaporannya itu.
"Bawaslu mesti fair. Waktu pengalaman saya saja, saya melaporkan beberapa kali tidak merespons, 'wah ini bukan kewenangan kami'. Ya sudah kita ambil tindakan sendiri," ungkap dia.
Supaya kalian tahu, pemimpin redaksi tabloid Obor Rakyat, Setiyardi mengatakan pihaknya akan kembali menerbitkan tabloid yang sempat menghebohkan di Pilpres 2014 karena berisi hoaks yang menyebut Jokowi --yang saat itu jadi Capres bersama Jusuf Kalla-- merupakan keturunan PKI.
"Itu bukan gosip. Insyaallah (terbit lagi) dalam waktu dekat sebelum pilpres," kata dia saat dikonfirmasi, Kamis (10/1).
Saat itu, tim Jokowi kemudian melaporkan Obor Rakyat ke polisi pada 4 Juni 2014. Kasus ini berlanjut ke pengadilan. Pada 22 November 2017, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Sinung Hermawan menghukum Setiyardi dan Darmawan Sepriyosa masing-masing 8 bulan penjara.
Namun, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis 1 tahun penjara. Setiyardi dan Darmawan dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 310 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pada 8 Mei 2018, Setiyardi dan Darmawan ditangkap tim Kejaksaan Agung untuk dieksekusi ke LP Cipinang. Keduanya saat ini sedang menjalani masa cuti bersyarat sejak Januari 2019 hingga 8 Mei 2019.