Upaya ini dilakukan berkaca dari peristiwa tsunami Selat Sunda karena erupsi Gunung Anak Krakatau beberapa waktu lalu.
"Di Selat Sunda itu karena erupsi gunung api dan sistem yang ada di BMKG tidak dirancang untuk tsunami erupsi gunung api, dan juga di Palu itu karena longsor," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati usai rapat bersama dengan pimpinan DPR, di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (1/2/2019).
Dwikorita mengatakan, rekonfirmasi dini ini dilakukan menggunakan radar tsunami yang sedang dilakukan upaya demonstrasi di beberapa tempat.
"Uji coba akan dipasang di Purworejo dan Bantul karena posisi itu kan juga berdekatan dengan bandara baru Kulon Progo ini ya yang juga di zona yang potensi tsunami," kata dia.
Dwikorita menjelaskan, radar tsunami ini dapat mendeteksi gelombang laut yang dibangkitkan oleh tsunami, yang dideteksi dengan kecepatan geraknya.
Proses uji coba alat ini, kata dia, memakan waktu hingga satu tahun. Dwikorita mengatakan, satu tahun adalah jangka waktu yang cukup.
"Kurang lebih satu tahun. Ya kita lihat data hasilnya satu tahun ini sudah apa sudah cukup layak atau tidak, Insya Allah satu tahun itu bisa," katanya.
Dwikorita mengatakan, BMKG sudah melakukan beberapa kajian untuk mendeteksi kecepatan tsunami. Tujuannya, biar proses evakuasi di darat bisa segera dilakukan.
"Seberapa cepat dan diharapkan akan dapat peringatan dini dengan sirine atau dengan mekanisme informasi digital dan masyarakat di pantai agar dapat segera mengevakuasi diri,” terangnya.
BMKG, tambah dia, sudah punya sistem deteksi dini tsunami yang ada sejak 10 tahun lalu. Sejauh ini, sistem tersebut sudah memberikan 22 deteksi tsunami di Indonesia namun hanya 15 kali yang benar-benar tsunami.
Karena itu, dengan radar tadi, bisa menjadi back-up bila sistem deteksi yang dimiliki BMKG tadi kurang optimal.
"Jadi kalau gagal satu, masih ada yang satunya kan biasanya dalam kondisi gempa itu lampu mati komunikasi terputus sehingga sistem harus kita bangun berlapis-lapis,” sambungnya.
Untuk penanganan tsunami in, kata dia, BMKG akan bersinergi dengan berbagai lembaga, universitas, dan juga pakar dari Jepang.