"Yang awalnya kami pikirkan mereka bertentangan, lah justru mereka malah mendukung kami untuk menolak RUU Permusikan. Wah, ya emang politisi. Dia tahu bagaimana celah memainkan isu," tutur Wendi di Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (6/2/2019).
Maka dari itu, Wendi dan anggota koalisi memutuskan untuk berhati-hati. Jangan sampai sikap penolakan terhadap RUU Permusikan menjadi komoditas politik dari pihak tertentu.
"Kalau ada tawaran untuk audiensi dengan fraksi DPR, ini harus jadi keputusan bersama koalisi kami, karena kita sudah punya statement bahwa gerakan ini bukan tunggangan politik praktis, capres 01 maupun capres 02," kata dia.
Sikap menutup diri dari kemungkinan adanya gerakan politik praktis ini, kata Wendy, bukan berarti para musisi apatis. Mereka punya, kok, pilihan politik masing-masing. Namun, mereka mencoba memisahkan kedua hal itu.
Supaya kamu tahu, draf RUU Permusikan mereka anggap tak mengandung substansi untuk mengatur dan menjamin tata kelola industri musik secara komprehensif. Dan hasil kajian itu pun menyoroti pasal-pasal karet yang mengancam kebebasan berekspresi.
Pasal 5 RUU Permusikan adalah salah satu aturan yang rentan disalahgunakan. Pasal itu melarang musisi mendorong kekerasan, perjudian, penyalahgunaan narkotika, pornografi, kekerasan seksual, eksploitasi anak, serta memprovokasi pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan antargolongan.
Pasal ini juga melarang musisi menistakan atau menodai nilai agama, mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum, membawa pengaruh negatif budaya asing, serta merendahkan harkat dan martabat manusia. Pasal 50 lantas menyatakan pelanggar pasal 5 diancam hukuman pidana penjara.