Berdasar temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), segala kerusakan itu terjadi selama proses pencetakan hingga pendistribusian yang dilakukan dalam rentang waktu 16 Januari hingga 4 Maret 2019.
"Dari 497 kabupaten/kota yang sedang melakukan penyortiran, terdapat 329 kabupaten/kota (66 persen) yang menemukan surat surat yang tidak dapat digunakan atau mengalami kerusakan," terang Mochammad Afifuddin, Anggota Bawaslu di kantornya di Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Temuan ini didapati Bawaslu lewat proses pengawasan yang mereka lakukan secara langsung di sejumlah lokasi penyortiran surat suara yang telah ditentukan oleh tiap-tiap KPU tingkat kabupaten dan kota.
Jadi, dalam prosesnya, saat surat suara sampai, KPU, Bawaslu dan sejumlah otoritas terkait lain melakukan penyortiran untuk memilah, mana surat suara yang dapat digunakan dan mana surat suara yang enggak bisa digunakan, baik itu surat suara yang berubah kondisi, enggak sesuai spesifikasi, atau berbagai bentuk kerusakan lainnya.
"Pengawasan melekat ini juga untuk menghindari adanya surat suara yang tertukar antar daerah pemilihan, sehingga mengganggu proses jalannya pemungutan dan penghitungan suara serta menimbulkan adanya sengketa."
Afif melanjutkan, temuan ini penting untuk diperhatikan KPU, meningat banyaknya temuan surat suara rusak di sejumlah daerah. Maka, Bawaslu mendorong KPU untuk meningkatkan pengawasan pada setiap lembar surat suara dan meningkatkan kewaspadaan pada setiap potensi yang mungkin muncul dari kerusakan surat suara.
"Kepastian tersebut semakin dibutuhkan, mengingat jumlah pemilih di setiap TPS terbatas dengan potensi surat suara yang akan digunakan potensial mengalami kekurangan."