Dia pernah menjabat sebagai Rais Aam PBNU, jabatan tertinggi di organisasi itu yang harus ditinggalkan karena terjun ke dalam kontestasi Pilpres 2019. Tak hanya itu, Ma'ruf juga menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sejumlah fatwa pun dia keluarkan saat menjabat termasuk soal kehalalan suatu produk.
Tapi siapa sangka ternyata Ma'ruf pernah nyaris menjadi polisi?
Cerita ini, dia sampaikan saat kegiatan safari politiknya di Samarinda, Kalimantan Timur. Dia bilang, saat itu usianya masih 22 tahun ketika tawaran menjadi polisi itu datang.
"Saya pernah diberi tawaran untuk jadi polisi. Itu sekitar tahun 65 itu. Dan saya dipanggil untuk jadi polisi," kata Ma'ruf, Jumat (22/3/2019).
Tawaran itu, kata Ma'ruf, lantas ditolak. Soalnya, nenek yang mengasuhnya saat itu melarangnya. Suami Wurry Estu Wulandari ini memang diasuh oleh neneknya, sebab, ibunya sudah meninggal dunia sejak dirinya masih duduk di sekolah dasar.
Penolakan neneknya itu, Ma'ruf bilang karena sang nenek mau dia jadi ulama dan kiai seperti para pendahulunya. "Nenek saya bilang kamu jangan jadi polisi, jadi kiai aja. Jadi saya jalurnya jalur kiai, ulama."
Ma'ruf kemudian bercerita, wajar jika neneknya ingin dia jadi ulama dan kiai. Apalagi, dalam silsilah keluarganya banyak yang menjadi ulama. Ayahnya, Mohammad Amin yang juga seorang kiai. "Ayah saya kiai, keluarga kakek saya kiai, jadi memang saya menjadi keluarga kiai."
Alih-alih jadi polisi, di usia muda itu, Ma'ruf justru dikirim oleh ayahnya ke pesantren untuk mondok. Ayahnya kemudian memasukan Ma'ruf ke Pondok Pesantren Tebu Ireng di Jombang. "Jadi yang boleh itu di Tebu Ireng, makanya saya mondoknya di Tebu Ireng."