Enggak Nyoblos, Enggak Keren

| 22 Mar 2019 16:16
Enggak <i>Nyoblos</i>, Enggak Keren
Ilustrasi (era.id)
Jakarta, era.id - Jelang pencoblosan Pemilu 2019, 17 April, fenomena tidak memilih dua kontestan yang bertarung, paslon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, mulai mencuat. Kita menyebut fenomena ini sebagai golput. 

Golput merujuk pada kependekan dari golongan putih. Ini adalah gerakan protes dari para mahasiswa dan pemuda untuk memprotes pelaksanaan Pemilu 1971 yang merupakan Pemilu pertama di era Orde Baru. 

Tokoh yang terkenal memimpin gerakan ini adalah Arief Budiman. Namun, pencetus istilah golput ini sendiri adalah Imam Waluyo. Dipakai istilah putih karena gerakan ini menganjurkan agar mencoblos bagian putih di kertas atau surat suara di luar gambar parpol peserta Pemilu bagi yang datang ke bilik suara.

Data tentang golput ini naik turun. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah golput pada Pemilu 2004 sebanyak 30 persen. Kemudian Pemilu 2009, golput tercatat sebesar 27,45 persen dan Pemilu 2014, angka golput sebesar 30,42 persen. 

Untuk 2019 ini, prediksi golput akan meningkat. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA memprediksi, angka golput dalam pemilihan presiden 2019 ini meningkat daripada pilpres 2014. Prediksi itu berdasarkan hasil sigi LSI yang menunjukkan kurang lebih sebulan menjelang pemilihan presiden 2019, pemilih yang tahu pelaksanaan pilpres akan dilaksanakan pada bulan April 2019 hanya sebesar 65,2 persen.

Ditambah, sejumlah lembaga masyarakat secara terang-terangan menyatakan golput. Di antaranya, ICJR, Kontras, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, Lokataru, PBHI, YLBHI menyatakan sikap untuk tidak memilih atau golput.

Sudah baca: Golput itu Hak, Tapi... 

Mereka berdalih, dua pasangan yang bertarung, benar-benar bersih dari isu korupsi, perampasan ruang hidup rakyat, tersangkut hak asasi manusia, maupun aktor intoleransi dan kriminalisasi terhadap kelompok minoritas.

Infografis dipersembahkan Ilham/era.id

Mereka menegaskan, sikap golput dan bentuk mengampanyekan golput ini bukan merupakan sikap yang buruk, apatis, provokatif, atau merupakan tindak pidana yang harus dihukum.

"Posisi seseorang atau sekelompok orang yang memilih untuk tidak memilih sama sekali bukan pelanggaran hukum dan tak ada satu pun aturan hukum yang dilanggar. Sebab, UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu tidak melarang seseorang menjadi golput," tutur Direktur LBH Jakarta Arif Maulana, beberapa waktu lalu. 

Soal golput ini, Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengakui itu adalah hak setiap warga yang punya hak pilih. Tapi, dia menyayangkan bila ada yang golput.

Sudah baca: Lagu Terbaru Cokelat untuk Menolak Golput

Sudah baca: Kalau Golput Gegara Calegnya Konyol, Salah Rakyat?

"Golput itu hak, tapi sudah enggak keren. Kerennya itu golput di Orde Baru, karena pada tahun 1970-an, golput diciptakan sebagai gerakan yang tak sepakat dengan pembentukan partai zaman Orde Baru. Gini mbak, kalau sekarang, apa yang mau digolputin?" tutur Wahyu. 

Menambahkan, Komisioner KPU Hasyim Asy'ari bilang, golput jadi tantangan peserta pemilu untuk lebih meyakinkan pemilih. 

"Kalau baca statement golput itu, mereka belum yakin terhadap tampilan peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih. Seruan itu menjadi tantangan peserta pemilu supaya tampil lebih meyakinkan kepada pemilih agar pemilih hadir memilih peserta pemilu itu," jelas Hasyim. 

Sebagai penutup, izinkan kami mengutip pernyataan Rohaniwan Frans Magnis Suseno yang tayang ada Harian Kompas 12 Maret lalu. Ia bilang, pemilih yang tak ikut memilih karena tak ada calon yang betul-betul sesuai dengan cita-cita adalah tanda kebodohan. 

"...Yang betul-betul buruk adalah: ada yang bersikap 'peduli amat' dengan siapa yang dipilih. Dia tak bersedia 'membuang waktu' dengan repot-repot memilih. Yang dia pikirkan adalah kariernya sendiri. Nasib negara dia tak peduli,"

"Itu sikap benalu atau parasit. Dia hidup atas usaha bersama masyarakat, tetapi tak mau menyumbang sesuatu. Kita dengan susah payah berhasil mewujudkan demokrasi di Indonesia, tetapi Anda 'tak peduli politik'. Betul-betul tak sedap! Sikap itu juga bukan tanda kepintaran. Bisa saja hasil pemilihan punya dampak pada karier Anda," jelas pria yang akrab disapa Romo Magnis tersebut.

Rekomendasi