"Menyatakan frasa "kartu tanda penduduk elektronik" dalam Pasal 348 ayat (9) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'termasuk pula surat keterangan perekaman kartu tanda penduduk elektronik yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil atau instansi lain yang sejenisnya yang memiliki kewenangan untuk itu'," demikian putusan MK seperti dikutip dari situs Mahkamah Konstitusi, Kamis (28/3/2019).
Selain itu dalam pertimbangannya MK, penggunaan Suket sebagai identitas pemilih merupakan syarat alternatif dalam penggunaan hak memilih. Apalagi dalam proses pendataan daftar pemilih tetap (DPT), terdapat peluang orang tidak terdata oleh karena itu UU Pemilu membolehkan yang bersangkutan menggunakan KTP elektronik sebagai syarat memilih.
MK juga mengingatkan pemerintah untuk mempercepat proses perekaman e-KTP sebagai upaya melindungi hak-hak konstitusional warga negara. Kondisi demikian dapat merugikan hak memilih warga negara yang sejatinya bukanlah disebabkan oleh faktor kesalahan atau kelalaiannya sebagai warga negara.
"Agar hak memilih warga negara dimaksud tetap dapat dilindungi dan dilayani dalam Pemilu, dapat diberlakukan syarat dokumen berupa surat keterangan perekaman KTP-elektronuk yang diterbitkan oleh dinas yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan catatan sipil. Jadi, bukan surat keterangan yang diterbitkan atau dikeluarkan oleh pihak lain," Kata Hakim Konstitusi I Gede Palguna.
Permohonan uji materi ini diajukan sejumlah pemerhati pemilu yang tergabung dalam LSM Perludem yakni Titi Anggraini, Hadar Nafis Gumay, Feri Amsari, Augus Hendy, A. Murogi bin Sabar, Muhamad Nurul Huda, dan Sutrisno. Mereka beralasan syarat mutlak e-KTP bisa menghilangkan hak memilih bagi warga negara.
Dalam gugatannya, e-KTP sebagai syarat mencoblos dipersoalkan karena data pelapor ada 7 juta yang belum mempunyai e-KTP (baik belum dan sudah rekaman). Ditambah lagi, upaya untuk mendapat e-KTP terhambat akibat ketidakmampuan pemerintah menyediakan blanko e-KTP.
"Tindak lanjut dari ketentuan ini, keputusan ini, maka tanggungjawab yang besar, kewajiban yang besar bagi dukcapil untuk memastikan bahwa 4,2 juta pemilih yang belum melakukan rekam KTP elektronik ini bisa mendapatkan surat keterangan perekaman sebagai WNI untuk mendapatkan syarat menggunakan hak pilihnya," tutur Titi.
KPU Selaraskan Putusan MK
Menanggapi putusan MK memperbolehkan Surat Keterangan (Suket) KTP untuk mencoblos. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan kalau putusan tersebut sudah selaras dengan apa yang diatur dalam PKPU.
"Jadi, data ketunggalannya itu bisa dipastikan. jadi saya pikir ini menegaskan saja, KPU sudah mengambil inisiatif itu," ungkap Arief.
Namun, agar tindak lanjut KPU bisa berlaku dengan lebih sahih, Komisioner KPU Viryan Aziz bilang akan mengubah beberapa ketentuan dalam PKPU. Hal ini juga bisa meminimalisir kemungkinan pengajuan sengketa usai masa pencoblosan.
"Ya, (KPU akan ubah PKPU). Prinsipnya, PKPU akan menyesuaikan dengan putusan MK. Terkait kontenya adalah desian UU Pemilu yang awalnya mensyaratkan ktp el sebagai satu-satunya dokumen kependudukan sekarang juga bisa menggunakan suket," jelas Viryan.