BPN Minta Quick Count Dicabut, Ini Kata KPU

| 18 Apr 2019 20:17
BPN Minta <i>Quick Count</i> Dicabut, Ini Kata KPU
Gedung Komisi Pemilihan Umum (era.id)
Jakarta, era.id - Ketua KPU Arief Budiman mengaku belum menindaklanjuti permintaan dari BPN Prabowo-Sandiaga untuk mencabut hasil perhitungan cepat (quick count) dari sejumlah lembaga survei yang telah terdaftar. 

"Nanti saya cek dulu, laporannya kan baru masuk beberapa jam yang lalu," kata Arief di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2019).

Arief bilang, dalam memverifikasi lembaga survei untuk bisa menggelar quick count, KPU hanya memeriksa kelengkapan dokumen terkait dan memastikan bahwa lembaga tersebut masuk dalam asosiasi lembaga survei sebagai jaminan badan hukumnya. 

"Begitu mereka mendaftar ke kita, kita cek dokumemnya lengkap, ya sudah kita nyatakan terdaftar. Sebatas itu," ucap Arief. 

Alasan BPN meminta KPU mencabut quick count yang disiarkan di berbagai media, karena mereka menduga beberapa lembaga survei mendapat orderan untuk kemudian membuat quick count dari lawan politiknya, Jokowi-Ma'ruf Amin. 

Menanggapi, Arief bilang KPU bukan lembaga yang mengakui lembaga survei terpercaya atau tidak terpecaya. Undang-undang hanya menyebutkan kalau mau mengadakan quick count, harus mendaftar di KPU. Pihaknya hanya sebatas memfasilitasi pendaftaran itu. 

"Kalau misalnya ada pelanggaran, nanti dilaporkan ke asosiasianya. Apa boleh KPU langsung menutup? Kan enggak," ungkapnya. 

Sebelumnya, Tim Advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendatangi Kantor KPU RI di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat untuk memprotes hasil perhitungan cepat (quick count) pemilu 2019 dari sejumlah lembaga survei yang telah terdaftar. 

Koordinator pelaporan Djamaluddin Koedoeboen bilang, tujuan mereka datang adalah untuk meminta KPU mencabut izin pemaparaan hasil quick count yang disiarkan di media pemberitaan. 

"Kami minta secara tegas KPU untuk mencabut kembali segala izin-izin yang diberikan kepada mereka. Kalau bisa, memang lembaga survei untuk sementara jangan pernah menyiarkan apapun lagi untuk mengisi ruang-ruang publik," kata Djamaluddin. 

Pertimbangan BPN menuntut pencabutan izin ini adalah karena mereka melihat adanya perbedaan hasil dari perhitungan cepat hasil pilpres yang ditayangkan di beberapa media TV Nasional, dengan klaim hasil perhitungan mereka di lapangan. 

"Ada yang hasil perhitungannya bahkan melebihi 100 persen dari jumlah pemilih itu sendiri. Ada yang jumlah persentase yang dipaparkan di atasnya berbeda dengan apa yang ada di layar monitor itu sendiri," 

"Ini tentu bagi kami sendiri dari BPN Prabowo-sandi ini sangat menyesatkan dan sangat berbahaya. Bahkan bisa berpotensi bisa menimbulkan keonaran di tengah masyarakat," jelas dia. 

Tags : ayo nyoblos
Rekomendasi