Lembaga Survei Pamer Data Quick Count

| 20 Apr 2019 19:06
Lembaga Survei Pamer Data <i>Quick Count</i>
Persepsi ekspos data quick count Pemilu 2019 (Wardhany/era.id)
Jakarta, era.id - Delapan lembaga survei yang tergabung sebagai anggota di Perhimpunan Survei Opini Publik (Persepi) akhirnya buka-bukaan soal metode hitung cepat atau quick count di Pemilu 2019. 

Delapan lembaga survei itu di antaranya Indo Barometer, Charta Politika, Poltracking Indonesia, dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). 

Buka-bukaan lembaga survei ini dilakukan setelah adanya ketidakpercayaan dari kubu capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tentang hitung cepat mereka. Apalagi, hasilnya paslon 02 kalah oleh paslon 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. 

Ketua Persepi Philips J Vermonte bilang, aktivitas quick count dan exit-poll merupakan aktivitas yang legal dan diakui oleh hukum kepemiluan. Bahkan, aktivas ini merupakan salah satu bentuk partisipasi mengawal suara dalam pemilu.

"Boleh dibilang, dia (quick count dan exit-poll) memang difasilitasi dalam konteks penguatan demokrasi dan pemilu di Indonesia," kata Philips di Hotel Morrisey, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (20/4/2019).

Dia bilang, seluruh anggota Persepi juga telah melaksanakan quick count dengan metode scientific dengan mengambil sample di berbagai TPS. Ada sekitar 2.000 sampai 4.000 TPS yang jadi sample.

Selanjutnya, dari data tersebut masing-masing lembaga survei mengirimkan numerator yang tugasnya melaporkan penghitungan form C1 plano dari tempat pemungutan suara (TPS) dengan mengambil foto, kemudian mengirimkannya ke server pusat untuk diolah.

"Exit poll dan quick count adalah aktivitas scientific, dia bukan abal-abal atau aktivitas menipu pinguin," tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persepi Yunarto Wijaya yang juga Direktur Charta Politika menantang pihak yang meragukan hasil kerja mereka, yang bahkan mengeluarkan hasil quick count sendiri.

"Semua pihak yang berani menyebutkan angka di hadapan publik dan di media ada angka 52 persen, 55 persen, berapa pun itu, kami mengimbau ada keterbukaan informasi seperti yang kami lakukan," ujar Yunarto.

Menurut dia, tujuan pembukaan data secara di hadapan publik supaya tak ada lagi kebingungan, termasuk klaim kemenangan.

Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan menambahkan, quick count bukan hal yang baru. Seharusnya, elite politik tak asing dengan sistem ini. Apalagi, quick count ini sudah dilaksanakan sejak pemilu 2004 dan kerap jadi rujukan saat pilkada. 

"Politisi sebetulnya sudah terbiasa dengan quick count ini dan kalau kita merujuk ke perkataan Prof Asep Saifudin, salah satu yang jadi anggota dewan etik, quick count sebenarnya memerlukan nalar yang tidak telalu tinggi untuk memahaminya," kata dia.

Rekomendasi