Pertama, Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini menyoroti banyaknya petugas pelaksana pemilu 2019 yang meninggal dunia saat menjalankan tugas. Kata dia, 600 lebih korban yang meninggal mencoreng demokrasi Indonesia.
"Dengan pahit kita juga katakan yang paling banyak memakan korban, pemilu yang paling banyak sepanjang sejarah Indonesia. Sebuah pelajaran yang amat mahal, yang harus dijadikan bekal bagi perbaikan penyelenggaran pemilu, di waktu yang akan datang," katanya, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (14/5/2019).
Kedua, Sandi menyoroti adanya indikasi politik uang dalam Pemilu 2019. Hal itu, kata dia, terlihat dari tertangkapnya politikus Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso oleh KPK karena kasus suap untuk serangan fajar pencoblosan.
"Dari berbagai penjuru tanah air terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur masyarakat disuguhi banyak cerita. Bagaimana gelombang tsunami amplop politik uang yang dikawal oleh aparat pemerintah, bahkan aparat keamanan telah menghancurkan sendi sendi demokrasi kita," tuturnya.
Sandi menilai, cara ini dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin merebut kemenangan dengan mudah. Sehingga, kata dia, orientasi masyarakat tidak lagi mencari pemimpin yang baik berdasarkan hati nurani.
"Rakyat sebagai pemilik kedaulatan dibuat terlena. Bukannya memilih sesuai hati nurani tetapi dipaksa atau setengah dipaksa memilih yang memberikan iming iming uang," ujarnya.
Ketiga, Sandi bersama timnya, juga menyoroti kejanggalan yang terjadi menjelang pemungutan suara. Dia menilai, kejanggalan tersebut seperti permasalahan DPT, kotak suara kardus, permasalahan logistik pemilu, hingga dipersulit mendapatkan tempat untuk mejalani kampanye terbuka di sejumlah daerah.
"Kekurangan logistik hingga pengusiran dan intimidasi saksi-saksi dari pasangan 02 di daerah tersebut. Ini semua menyebabkan perolehan suara kami di daerah tertentu itu 0 (nol)," kata dia.
"Semasa kampanye, betapa sering kami mengalami sendiri, memperoleh perlakuan yang tidak adil. Sulitnya perizinan, tempat yang pindah-pindah," tambahnya.
Kemudian, Sandi menyoroti, sejumlah tokoh mulai dari ulama hingga para aktivis yang dikriminalisasi. Kemudian, tim asistensi hukum yang dibuat oleh Menko Polhukam Wiranto baru-baru ini juga menjadi pembahasan kubunya.
"Ini adalah tindakan vulgar yang membelenggu demokrasi dan kedaulatan rakyat," kata dia.
Serta, sambungnya, di akhir pemilu, hitung cepat dari lembaga lembaga survei yang merangkap sebagai konsultan paslon tertentu membuat parade sendiri. Ini, kata Sandiaga, mengandung konflik kepentingan.
Lalu, soal kesalahan yang ditemukan dalam Situng pemilu. "Ironis lagi sistem yang terbukti menampilkan puluhan ribu kekeliruan, yang cenderung menyesatkan itu tetap dipergunakan dan dengan alasan ini bukan sistem yang akan digunakan untuk menentukan hasil akhir," tutupnya.