Pertanyaan Ahok soal Kontribusi 15 Persen Pulau Reklamasi

| 19 Jun 2019 18:29
Pertanyaan Ahok soal Kontribusi 15 Persen Pulau Reklamasi
Basuki Tjahaja Purnama (Instagram/basukibtp)

Jakarta, era.id - Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) menanyakan kontribusi tambahan 15 persen dari pengembang kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kontribusi tambahan ini diperoleh dari lahan di Pulau Reklamasi yang berhasil dijual.

"Dana pembangunan DKI yang bisa mencapai di atas Rp100-an triliun, (bisa terbantu) dengan kontribusi tambahan 15 persen NJOP," kata Ahok saat dihubungi wartawan, Rabu (19/6/2019).

Buat kalian yang belum paham, kontribusi sebanyak 15 persen tersebut tercantum dalam Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). 

Ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Ahok memperjuangkan pembahasan peraturan daerah tersebut di DPRD Provinsi DKI Jakarta. Namun, perjuangan itu terhenti karena Ahok mendapat penolakan.

Padahal, kontribusi sebanyak 15 persen itu hanya bisa diperoleh jika penerbitan IMB Pulau Reklamasi sesuai dengan Perda RZWP3K. Tapi, seakan melangkahi aturan tersebut, Anies justru menerbitkan IMB di Pulau Reklamasi dengan dasar Pergub 206/2016.

"Anies memang hebat bisa tidak mau 15 persen buat bangun DKI. Sama halnya dengan oknum DPRD yang menolak ketok palu Perda RZWP3K karena pasal 15 kontribusi tambahan," ungkap Ahok.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan IMB untuk 932 gedung yang sudah berdiri di Pulau D hasil reklamasi pesisir utara Jakarta. 

Adapun landasan Anies menerbitkan IMB ini adalah Pergub 206/2016 yang diterbitkan oleh Basuki Tjahja Purnama (Ahok) saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. 

"Memang dengan adanya pergub itu, maka kegiatan dan bangunan di sana yang semula bermasalah secara hukum jadi punya dasar hukum."

"Suka atau tidak suka terhadap isi pergub ini. Faktanya, pergub ini telah diundangkan dan telah menjadi sebuah dasar hukum dan mengikat."

Anies juga berkata, tak mudah untuk mencabut pergub tersebut karena ada prinsip fundamental yang mengatur soal Hukum Tata Ruang, yaitu pelaksanaan perubahan peraturan tidak berlaku surut.

"Begitu juga dengan kasus ini, bila saya mencabut Pergub 206/2016 itu agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya lalu membongkar bangunan tersebut maka yang hilang bukan saja bangunannya tapi kepastian atas hukum juga jadi hilang."

Rekomendasi