Ahli 01 Jelaskan MK Tak Bisa Diskualifikasi Capres-Cawapres

| 21 Jun 2019 18:39
Ahli 01 Jelaskan MK Tak Bisa Diskualifikasi Capres-Cawapres
Ahli yang dihadirkan tim hukum Jokowi-Ma'ruf, Heru Widodo (Layar tangkap Youtube)
Jakarta, era.id - Ahli yang diajukan tim hukum paslon 01, Heru Widodo memandang Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bisa begitu saja mendiskualifikasikan paslon capres-cawapres jika terbukti ada pelanggaran pemilu dengan cara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). 

Heru mulanya menjelaskan soal pembaharuan regulasi atau pengaturan dalam UU Pemilukada Serentak 2015 dan UU Pemilu Serentak 2017. UU ini menyatakan berbagai pembaharuan, salah satunya penyelesaian pelanggaran TSM, disertai penguatan lembaga dan pengaturan batas wewenang penyelesaian.

Jadi, kata Heru, dengan adanya peraturan baru itu, aduan pelanggaran TSM akan diproses dan diputuskan oleh Bawaslu. 

"Apabila peserta dikenai sanksi diskualifikasi karena terbukti melakukan pelanggaran TSM, dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung (MA), setelah KPU menerbitkan keputusan pembatalan sebagai calon," kata Heru dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019).

Soal permohonan dari paslon 02 Prabowo-Sandi yang meminta MK memerintahkan KPU mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf atas dugaan pelanggaran TSM usai hasil suara pilpres, tidak ada alasan yang kuat untuk menggabungkan perkara yang semestinya ditangani Bawaslu dan PTUN menjadi penanganan MK. 

"Apalagi, terhadap persoalan pelanggaran TSM, hal tersebut telah diadukan ke Bawaslu dan sudah ada putusan Bawaslu atas penyelesaian permasalahan tersebut," kata dia. 

Lebih lanjut, Heru bilang MK perlu juga melihat seberapa signifikan dugaan pelanggaran yang dinarasikan TSM itu. Terhadap permasalahan kuantitatif atau selisih hasil suara, unsur signifikan dapat ditentukan dari hasil akhir koreksi, apakah mengubah komposisi pemohon menjadi peraih suara terbanyak atau tidak. 

"Sekalipun terdapat koreksi perolehan suara yang dapat dibuktikan, namun sepanjang tidak mengubah konfigurasi kemenangan atau kekalahan pihak terkait, dikategorikan tidak signifikan," ungkap dia. 

Kuasa hukum Prabowo (Anto/era.id)

Sementara, pada permasalahan kualitatif, ukuran signifikan hanya bersandar pada frasa yang dapat mempengaruhi penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam pasal 473 UU 7/2017. Dari frasa tersebut, terdapat tiga kategori terpenuhinya unsur signifikan dalam pelanggaran kualitatif. 

"Pertama, signifikan apabila pelanggaran terjadi di tempat yang pemohon kalah. Sebaliknya, terhadap pelanggaran di wilayah yang dimenangkan pemohon, dikategorikan tidak signifikan," tuturnya. 

Kategori signifikan yang kedua, lanjut Heru, jika dilakukan pemungutan suara ulang, hasilnya mengubah konfigurasi perolehan suara peserta. 

Adapun kategori yang ketiga, memenuhi unsur signifikan apabila terdapat kondisi penegakan hukum yang tidak bekerja, atau terhadap bekerjanya penegakan hukum, penyelenggara tidak menghormati putusan lembaga penegak hukum yang ada. 

"Jika memang telah terjadi pelanggaran yang demikian signifikan, (maka hasil pemilu bisa) untuk dipulihkan Mahkamah," pungkasnya.

Rekomendasi