Lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemerintah langsung bikin target bisa mengurangi volume sampah plastik hingga 30 persen pada 2025. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut diterbitkan.
Dalam beleid itu tertulis tiga tema program besar yang akan dilakukan KLHK. Pertama, tema program gerakan nasional sosialisasi mengenai dampak negatif sampah terutama plastik. Lalu program pengendalian sampah plastik dari sektor industri hulu dan program pengendalian di sektor hilir.
Untuk membenahi masalah sampah plastik di hulu, KLHK sedang menyusun peraturan peta jalan untuk mendorong industri memproduksi bahan polimer plastik yang mudah terurai dan dapat didaur ulang (degradable plastic). Ada tiga sektor produsen yang menjadi target utama KLHK.
"Pemilik merek, pengecer, dan sektor jasa makanan dan minuman seperti hotel, restoran dan kafe", kata Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien.
Baca Juga : Kanada Nyatakan Good Bye untuk Kantong dan Sedotan Plastik
Sedangkan di bagian hilir, salah satu program yang dijagokan KLHK yakni pengelolaan sampah oleh bank sampah. Melihat situs resmi KLHK, saat ini Indonesia sudah punya lebih dari 5.000 bank sampah. Angka yang sesungguhnya masih jauh dari target.
Infografik oleh Ilham/era.id
Asosiasi pelaku usaha di bidang daur ulang plastik, Indonesia Plastic Recycles (IPR) menyebut, jumlah bank sampah di Indonesia idealnya tak boleh jauh jumlahnya dari desa/kelurahan yang ada. Menurut data Kemendagri, ada 83.447 desa/kelurahan di Indonesia. Artinya, kita butuh sekitar 78.447 lagi agar pengelolaan sampah semakin baik.
"Sehingga collecting system sampah, khususnya sampah plastik berjalan dengan baik, daur ulang meningkat, dan tidak ada lagi sampah kemasan plastik berserakan di sungai atau laut," kata Business Development Director IPR, Ahmad Nuzuludin, seperti dikutip Warta Ekonomi.
Peran bank sampah sebagai solusi memperbaiki polusi plastik sebetulnya sudah diamini KLHK sendiri. Hanya saja praktiknya masih jauh panggang dari api. Menurut KLHK, selain dapat mengurangi sampah plastik, bank sampah juga ada nilai ekonomi.
Baca Juga : VIDEO: Ada Bungkus Rokok di Perut Ikan Pari
Bank sampah sebenarnya punya peran teramat penting untuk mengurangi sampah plastik. Fungsinya bisa sebagai titik pengumpulan utama untuk menerapkan tanggung jawab produsen dalam mengurangi sampah hasil produksinya. Itu semata-mata untuk mencapai circular economy, serta memberikan perkembangan terkini tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia.
Selain pemerintah pusat, perang melawan sampah plastik juga digaungkan pemerintah daerah, kendati belum kompak. Hal itu menindak lanjuti Surat Edaran Dirjen KLHK tahun 2016 tentang penerapan kantong plastik tidak gratis. Bali misalnya, pemerintah di sana sudah menetapkan larangan penggunaan kantong plastik yang dicantumkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 97 Tahun 2018.
Lingkaran setan regulasi plastik
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah memandang masalah yang dihadapi KLHK seperti lingkaran setan. Dia menjelaskan tiga kendala besar yang mengintai KLHK.
Pertama, kepentingan mengurangi sampah plastik berhadapan dengan pelaku bisnis. Menurut Trubus, apabila pemerintah mengharuskan produsen plastik --pelaku bisnis-- menggunakan plastik ramah lingkungan (degradable), pemerintah juga harus memikirkan alternatif lain yang lebih jelas.
"Kalau misalnya mau diganti plastik ini karena berbahaya bagi lingkungan, harus ada penggantinya, apakah berbahan dasar kain atau dari kayu atau dari kertas," ujar Trubus.
Lalu yang kedua kendala koordinasi dengan pemerintah daerah. Tak jauh berbeda dari kendala pertama, pemerintah daerah juga ada kepentingan untuk mendorong perekonomian lewat UMKM-nya. Pemerintah harus punya solusi jitu agar kepentingan memajukan UMKM sejalan dengan kepentingan untuk mengurangi sampah.
"Jadi kaya lingkaran setan. Misalnya dikatakan dilarang (pakai plastik), tapi ketika dilarang tidak diberi solusi harus bagaimana," ujar Trubus.
Terakhir, kendala yang dihadapi KLHK adalah konsistensi dari kebijakan itu sendiri. "Dalam pembuatan roadmap-nya itu sendiri, seperti hanya merencanakan doang, tetapi ketika dihadapkan pada implementasinya, seringkali mereka bingung," katanya.
Baca Juga : Kumpulkan Sampah Plastikmu, Tukarkan Jadi Emas
Plastik musuh bersama
Upaya mengurangi sampah plastik di Indonesia jelas butuh melibatkan berbagai pihak. Tidak hanya pemerintah, peran swasta --dalam hal ini pelaku bisnis-- dan masyarakat harus menyamakan kepala untuk menyukseskan agenda nasional tersebut. Seperti dikatakan Dirjen PSLB3 KLHK sebelumnya, salah satu produsen plastik yang banyak menyumbang sampah adalah manufaktur atau pabrik.
Pada 2017, Greenpeace Indonesia melakukan audit sampah di sejumlah lokasi di Indonesia. Dari audit yang dilakukan di Padang, Pekanbaru, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta itu, merek yang paling banyak menyumbang sampah plastik adalah Unilever sebesar 7,05 persen.
Lantas apa upaya yang dilakukan Unilever sebagai penyumbang polusi plastik?
Melihat beberapa pemberitaan, Unilever bilang masyarakat Indonesia masih banyak yang beli produk Unilever dalam kemasan saset. Pihaknya masih memproduksi kemasan saset karena mempertimbangkan daya beli masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, untuk menekan sampah plastik, Unilever berupaya meningkatkan daur ulang kemasan saset. Residu film (lapisan plastik) kemasan saset dapat digunakan kembali untuk berbagai keperluan.
Salah satu teknologi yang digunakan dalam pengolahan sampah kemasan saset ini adalah CreaSolv Technology. Teknologi ini dikembangkan Unilever bersama Fraunhofer Institute for Process Engineering and Packaging IW asal Jerman sejak 10 tahun terakhir.
Elemen lain yang punya peran penting untuk mengurangi sampah plastik adalah LSM. Salah satu organisasi yang peduli terhadap persoalan sampah plastik di Indonesia adalah Gerakan Tarik Plastik (Get Plastic).
Get Plastic berhasil menemukan cara untuk mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM). Upaya itu mereka mulai sejak tahun 2014 dan akhirnya sebuah mesin pengolah sampah plastik menjadi BBM pun tercipta.
Saat ini mesin pembuat BBM dari sampah plastik itu sudah diduplikasi ke berbagai daerah di Indonesia. Sang pendiri, Dimas bagus Widjanarko terbuka untuk membagi ilmunya kepada siapa saja yang ingin membuat alat itu.
Jika tertarik untuk membuatnya, kita wajib mengikuti pelatihan yang diberikan oleh tim Get Plastic selama kurang lebih satu bulan. Ada pendampingan dan selanjutnya adalah memberikan laporannya kepada Get Plastic soal sampah plastik yang berhasil kita kelola.
Sampah plastik yang ada di tepi Pantai Kejawanan, Kota Cirebon (Moksa/era.id)