Menurut Cak Imin --sapaan akrab Muhaimin, koalisi pendukung calon petahana ini sudah termasuk dalam sebuah koalisi gemuk. "Koalisi pendukung pak Jokowi itu sudah kegemukan, 61 persen di parlemen," katanya ditemui di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (30/6/2019).
Cak Imin menilai, semakin gemuknya koalisi ini malah bisa berimbas pada jalannya pemerintahan. Mengingat, jika semua menjadi koalisi maka tak ada yang namanya oposisi. Padahal, kata Cak Imin, peran oposisi ini bertujuan untuk menjalankan fungsi check and balance di roda pemerintahan.
Meski begitu, menurut Wakil Ketua MPR ini, rekonsiliasi boleh saja dilakukan bila urgensinya demi membangun kebersamaan. Namun, dia meminta, rekonsiliasi yang dilakukan tidak sampai menyunat jatah menteri dari partainya.
Apalagi, Muhaimin yakin, partai yang dipimpinnya itu bisa mendapat jatah kursi menteri lebih banyak. Bahkan, beberapa waktu yang lalu, dia pernah berucap agar partainya mendapat jatah 10 kursi menteri.
"Kalau memang itu jadi urgensi untuk rekonsiliasi atau kebersamaan, ya, yang penting jangan kurangi jatah PKB," ungkapnya.
Sedangkan PDI Perjuangan menilai, rekonsiliasi ini lebih bertujuan agar kerjasama yang dilakukan di parlemen bisa berjalan lebih maksimal. Namun, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan rekonsiliasi yang dimaksud bukanlah bagi-bagi kursi menteri di kabinet.
Apalagi, segala keputusan yang berkaitan dengan kabinet di pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin bakal dibahas lebih jauh bersama ketua umum partai politik di Koalisi Indonesia Kerja (KIK).
"Pak Presiden Jokowi mengatakan terkait dengan keputusan strategis di kabinet harus dibahas oleh para Ketua Umum KIK," ungkap Hasto.
Seperti Muhaimin, Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin ini juga seperti enggan dengan bergabungnya partai-partai dari kubu paslon 02 Prabowo-Sandiaga.
Sebab, dia mengatakan, koalisi yang sehat itu dibangun sebelum kontestasi Pilpres 2019 berlangsung. "Koalisi yang sehat dibangun sebelum pemilu presiden," tegasnya.
Hasto menilai, tak ada yang salah dengan menjadi oposisi. Sebab, di luar koalisi pemerintahan berarti menjalankan fungsi sebagai check and balance. "Mereka yang ada di luar pemerintah itu diperlukan dalam sehatnya demokrasi," kata Hasto.
"Menjadi pihak di luar pemerintahan ini juga tugas yang terhormat bagi negeri," tutupnya.