Ganjil-Genap Diusulkan Lagi, Bagaimana Kelayakan Transportasi Massal?

| 12 Jul 2019 20:39
Ganjil-Genap Diusulkan Lagi, Bagaimana Kelayakan Transportasi Massal?
Jakarta saat macet (Anto/era.id)
Jakarta, era.id - Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) kembali mengusulkan kepada Gubernur DKI Anies Baswedan untuk menerapkan lagi aturan ganjil-genap kepada kendaraan roda empat seperti masa penyelenggaraan Asian Games. 

Saat itu, di sejumlah ruas jalan penerapan pembatasan kendaraan berpelat ganjil hanya bisa melintas pada tanggal ganjil, begitu sebaliknya pada kendaraan berpelat genap hanya melintas pada tanggal genap. Tapi, itu hanya berlangsung selama dua pekan. Setelahnya, penerapan kembali normal. 

Menurut pengamat transportasi Universitas Indonesia Muslich Zainal Asikin, sebelum menerima usulan tersebut dan kembali menerapkan ganjil-genap, Anies mesti menganalisis betul-betul implikasi yang akan terjadi. 

Pertama begini, bagaimana cara Pemprov DKI mengawasi pembatasan kendaraan ini. Kemudian, apa masyarakat sepenuhnya memaklumi aturan tersebut? 

"Banyak kasus penilangan karena pengguna mobil ini ketahuan menggunakan plat ganda untuk menyesuaikan tanggal ganjil dan genap. Belum lagi, kita kan tahu pembelian kendaraan bermotor roda dua baru, relatif gampang. Dengan uang muka yang relatif rendah. Apakah itu tidak semakin meningkatkan jumlah kendaraan bermotor?" tutur Muslich kepada era.id, Jumat (12/7/2019).

Kedua, Anies mesti memahami bahwa banyak warganya menjadikan kendaraan pribadinya sebagai sumber mata pencaharian. Bukan rahasia umum kendaraan bermotor roda empat ini dijadikan moda transportasi online, taksi online. 

"Asumsinya, kalau ada penerapan ganjil-genap, berarti nafkah dari pengemudi online ini berkurang setengah kan dalam sebulan. Sekarang ini pengguna transportasi online sudah menjadi kebutuhan sehari-hari lho," ucap dia. 

Memang benar sih, efek positif yang ditimbulkan dari aturan ganjil-genap ini salah satunya adalah mengubah kebiasaan masyarakat untuk beralih dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi massal. 

Yang jadi pertanyaan, kata Muslich, apakah pemerintah sudah menganalisa sungguh-sungguh soal tingkat keterisian angkutan umum sudah memadai? 

Memang benar Transjakarta diberikan subsidi besar dalam pengoperasiannya, dan banyak juga penggunanya. Tapi kan kita tahu penggunaan TJ di jam-jam sibuk itu luar biasa padatnya. Begitu pun dengan penggunaan KRL. 

"Itu realita yang menunjukkan bahwa transportasi massal sekarang masih belum cukup untuk menampung penumpang yang terdampak dari ganjil-genap itu," ungkap dia. 

"Belum lagi, rute dari moda LRT baru Kelapa Gading sampai Velodrome. MRT juga baru dari Lebak Bulus sampai Bndaran HI. Memangnya pengguna transportasi Jakarta cuma ada di sana?" tambahnya. 

Begitulah, kesiapan transportasi massal untuk menampung juga belum tercukupi. Harus diperhitungkan betul, enggak boleh spekulasi, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak. 

"Pada kenyataannya, mobilitas orang dan barang ternyata tidak bisa ditanggulangi oleh angkutan umum setingkat Transjakarta dan KRL. Masih juga tulang punggungnya di angkutan online," jelasnya. 

Muslich berpendapat, Pemprov bisa menyiasati penumpukan penumpang dengan menambah jumlah kendaraan Transjakarta dan KRL. "Bisa ditambah sekitar 10 sampai 20 persen. Terutama di jalur yang memang sibuk dan padat, seperti pemukiman dan wilayah perkantoran," ungkap dia. 

Sebagai informasi, BPTJ telah melakukan evaluasi yang menunjukan bahwa kinerja lalu lintas saat ini dibandingkan dengan saat penyelenggaraan Asian Games 2018 mengalami penurunan sebesar 17 persen dari 36,99 km/jam menjadi 30,85 km/jam. 

"Sehubungan dengan hal tersebut di atas jika Bapak Gubernur berkenan, kebijakan ganjil genap kiranya dapat diterapkan kembali seperti saat 21.00 WIB pada penyelenggaraan Asian Games 2018 yaitu mulai Pukul 06.00 hari Senin Jum'at kecuali hari libur," ucap Kepala BPTJ Bambang prihartono dalam keterangan tertulis. 

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo akan mempelajari usulan tersebut dengan berbagai pertimbangan secara komprehensif. Indikator pertimbangan tersebut meliputi aspek trafik, pertumbuhan ekonomi, dan sosial. 

Mengingat, kajian yang dikeluarkan BPTJ hanya mencakup penilaian kepadatan jumlah kendaraan. 

"Kami akan bahas bersama dan untuk jangka panjang harus lakukan kajian komprehensif, hingga didapatkan alternatif solusi yang win-win solution, karena banyak aspek yang harus dinilai," ujar Syafrin. 

Rekomendasi