Mengenal Lebih Jauh Si Pembuat Getah Getih

| 22 Jul 2019 12:56
Mengenal Lebih Jauh Si Pembuat Getah Getih
Karya seni dari bambu Getah Getih yang dipasang di dekat Bundaran HI. (Diah/era.id)
Jakarta, era.id - Sudah hampir sepekan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membongkar instalasi bambu Getah Getih, karya seniman Joko Avianto. Di balik kontroversi yang mencuat, ada segudang prestasi yang ditorehkan oleh sang seniman. 

Sebelumnya, pembongkaran instalasi tersebut menjadi perbincangan di sosial media. Warganet mempersoalkan mubazirnya anggaran yang dikeluarkan, apabila ujung-ujungnya instalasi itu rusak dalam kurun kurang dari satu tahun. Instalasi seni ini disebut menggunakan anggaran Rp550 juta.

Ada warganet yang mengkritik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan menyebutnya tak matang dalam membuat perencanaan. Anggaran itu, bagi sebagian warganet lebih baik dialokasikan untuk hal lain yang lebih berfaedah. 

Polemik itu kemudian diklarifikasi si empunya Getah Getih Joko Avianto. Menurut dia, karya seninya itu memang bukanlah diperuntukan untuk monumen abadi, melainkan sifatnya hanya temporer. 

"Tujuannya berbeda, bersifat festive, momentarily, tetapi mengandung sifat memorial, ya setidaknya di algoritma yang terekam di gadget anda," tulisnya pada akun Instagramnya @jokoawi. 

Karya seni itu dibuat memang hanya untuk tempo setahun saja, untuk menyambut perhelatan Asian Games yang digelar tahun lalu. 

 

 

 

 

 

View this post on Instagram

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tahun lalu di suatu penghujung pertemuan di Pendopo Balaikota, hati saya tergerak membantu mewujudkan ide pemprof DKI via Pak Gubernur @aniesbaswedan dalam menyongsong ASIAN GAMES 2018 dan HUT RI ke 73, karena kesempatan ini sangat langka bisa bersanding satu aksis dari utara ke selatan dengan tetengger kota seperti Patung Arjuna Wijaya 1987 (Nyoman Nuarta), Monumen Selamat Datang 1961 (Henk Ngantung dan Edhi Sunarso), Patung Jendral Sudirman 2003 (Sunaryo), dan Patung Pemuda Membangun 1971 (Munir Pamuncak), dan ketiga diantaranya adalah Guru-Guru dan Pinisepuh saya. Tanpa bermaksud mengabaikan badan berwenang dalam pengawasan pembangunan kota, dukungan kuratorial dan proses asesmen lainnya project ini tetap berjalan, dengan menjamin tidak akan ada kerusakan dan pencemaran di lokasi apalagi merebut titik orientasi kota. Tiba-tiba karya ini seperti ritual street art memburu waktu dan sembunyi-sembunyi tentunya bertujuan memberikan efek kejutan untuk publik luas. Sama sekali karya ini tidak memiliki kualitas bahan monumen yang abadi seperti laiknya batu atau perunggu, tujuannya berbeda, bersifat festive, momentarily, tetapi mengandung sifat memorial, ya setidaknya di alogaritma yang terekam di gadget anda. Tahun ini tahun ke-16, saya berkarya dengan #bamboo ,sekurang kurangnya pernah menghampiri 6 negara. Satu capaian yang tak terbayarkan adalah karya saya yang pernah menghampiri Jepang akan dipelajari dan mengisi buku kurikulum pendidikan seni SMP dan SMA mulai 2020, saya pun sulit membayangkannya. Terlepas dari Kontroversi keterbelahan saya ingin menyampaikan bahwa seni memiliki fitrah universalitas, keterbukaan persepsi, pengalaman serta lintas dialog, bahwa ada sensasi keindahan lain yang meresahkan itu merupakan bagian sifat seni. Tentunya saya resah bahwa ukuran angka dan sifat materialistis terlalu menjadi hidangan utama agenda kepentingan, ini menjadi sangat pragmatis dan tidak mendidik ke arah kwalitas manusia Indonesia yang lebih baik. Yuk ! kita mampiri galeri dan museum seni dan acara-acara kesenian lainnya. Ini adalah karya saya di generasi ini, mana karyamu?

A post shared by Joko Avianto (@jokoawi) on

Sementara itu, soal mencuatnya kontroversi biaya dan keawetan karyanya ini, Joko menyampaikan bahwa seni punya fitrah universalitas, keterbukaan persepsi, pengalaman serta dialog. Dia meresahkan adanya polemik yang lebih membicarakan soal materi. 

"Saya resah bahwa ukuran angka dan sifat materialistis terlalu menjadi hidangan utama agenda kepentingan," katanya. 

Karya seni dari bambu Getah Getih yang dipasang di dekat Bundaran HI. (Diah/era.id)

Terlepas dari pro dan kontra yang ditimbulkan dari karya seni itu, Joko bukan orang baru yang terjun di bidang seni instalasi. Karya-karya seninya pernah dipajang di berbagai negara.

Karya pertama dari seniman kelahiran Cimahi, Jawa Barat itu dipajang di pameran international Art Jog pada 2012. Saat itu unataian bambu karya Joko bertengger di halaman Taman Budaya Yogyakarta. 

Kemudian di Penang Malaysia pada 2013. Di sana sebanyak 3.000 batang bambu mengisi ruang Balai Kota di George Town.

Kemudian pada 2014, karyanya yang masih bertemakan bambu sempat mejeng di Art Stage Singapore. Setahun berikutnya, karya bambu bernama 'Big Trees' itu terpajang di Frankfurter Kunstverein, Jerman. 

Lalu pada 2017, Joko Avianto merakit bambunya di Yokohama Triennale. Di sana karya-karyanya disejajarkan dengan seniman punya nama lainnya. 

Rekomendasi