PDIP menjadi juara dalam pemilu ini, yang artinya dia akan memimpin negeri ini lima tahun mendatang. Sementara, Partai Gerindra masih belum menentukan sikap politiknya lima tahun ke depan.
Peneliti LIPI Aisah Putri Budiarti (Puput) menilai, akan ada tiga kemungkinan yang terjadi pada Partai Gerindra, apalagi setelah pertemuan Prabowo dan Megawati.
"Pertemuan kemarin merupakan ruang penentuan untuk langkah Gerindra ke depan. Ada tiga kemungkinan. Pertama, Gabung koalisi. Kedua, Kohabitas atau masuk koalisi dan mendapatkan posisi politik tetapi tetap oposisi, dan terakhir oposisi murni," kata Puput kepada era.id, Kamis (25/7/2019).
Kalau kemungkinan pertama yang terjadi, tugas selanjutnya PDIP adalah berbicara dengan koalisi lainnya. Pada Pemilu 2019, PDIP bersama 9 partai lainnya mendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Sementara, Partai Gerindra dan 4 partai lainnya mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Menurutnya, PDIP bisa berkomunikasi dengan partai koalisi lainnya ketika Partai Gerindra bergabung. "Sebagai partai pengusung utama maka PDIP punya power untuk itu," imbuh dia.
Dia meyakini, Partai Gerindra memiliki peluang yang besar untuk bergabung dengan koalisi PDIP.
"Peluang menggendutnya koalisi Jokowi ini nampak dari sikap partai koalisi Jokowi-Ma'ruf. Kecuali PDIP yang sudah menyatakan sikap tidak mau menambah partai baru dalam koalisi. Artinya, sangat mungkin Partai Gerindra masuk dalam koalisi," kata dia.
Koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf (Anto/era.id)
Riak di koalisi PDIP
PDIP berkoalisi dengan Partai Golkar, Partai NasDem, PKB, PPP, Partai Hanura, PSI, Partai Perindo, PKPI dan PBB. Sejumlah anggota koalisi mereka melakukan pertemuan di Kantor DPP NasDem. Sementara, PDIP tak ikut pertemuan tersebut dengan alasan sedang menyiapkan diri untuk kongres pada Agustus nanti.
Bahkan, ketika Megawati dan Prabowo bertemu, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh melakukan pertemuan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hasil, Surya Paloh mendukung Anies jadi capres di Pemilu 2024.
Puput melihat, rangkaian pertemuan tersebut menyiratkan adanya keretakan di koalisi yang gendut ini. Dia melihat keretakan itu sudah ada sejak lama. "Saya pikir riak itu sudah muncul sejak sebelum ini," ungkapnya.
Katanya, riak tersebut makin menguat ketika partai koalisi Jokowi-Ma'ruf meminta jatah partai. Ditambah, ada beberapa tiga partai dari koalisi Prabowo-Sandiaga yang kabarnya masuk ke koalisi Jokowi-Ma'ruf.
"Misalnya, NasDem pada akhir Juni lalu. Kemudian ketika Gerindra mulai tampak merapat, maka secara terbuka dan secara solid para partai pendukung Jokowi membuat pernyataan menolak masuknya partai baru," jelas dia.
"Jadi, riak-riak kecil itu sudah ada sejak lama dan semakin besar saat ini," tutupnya.