Sendirian, Anies Baswedan bekerja memimpin Jakarta. Padahal mengacu pada Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang pemilihan Kepala Daerah, pengisian jabatan wakil gubernur bisa dilakukan melalui proses pemilihan dari DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota berdasarkan usulan partai politik atau gabungan partai politik pengusung.
Pengisian kekosongan jabatan wakil gubernur itu akan dilaksanakan apabila sisa masa jabatannya lebih dari 18 bulan terhitung sejak kosongnya jabatan itu. Artinya, pendamping Anies memang wajib diisi karena saat Sandiaga Uno mengundurkan diri Agustus 2018, sisa jabatan masih lebih dari 18 bulan. Namun, sayangnya di dalam aturan, tidak ada batas waktu kapan kursi wagub DKI sudah harus diisi.
"Ya, memang tidak ada batas waktu kapan jabatan Wagub DKI baru sudah harus diisi," kata Plt. Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik kepada era.id, Senin (29/7/2019).
Masalah makin pelik karena kepengurusan DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 akan segera berakhir Agustus 2019 mendatang. Dengan begitu, Anies masih akan bekerja sendiri hingga tahun depan.
Berbeda dengan Anies, ketika Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) resmi menjadi Gubernur DKI menggantikan Joko Widodo pada November 2014. Ia hanya membutuhkan waktu satu bulan untuk bisa mengangkat Djarot Saifullah Hidayat sebagai wakil gubernur pada Desember 2014.
Saat itu Ahok menggunakan aturan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 102 Tahun 2014 yang memuat ketentuan bahwa pengangkatan wakil gubernur merupakan wewenang penuh gubernur.
“Pengisian Wagub, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan setelah pelantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota,” bunyi Pasal 3 Ayat (1) PP seperti dikutip dari laman Setkab.
Menurut PP ini, calon Wagub diusulkan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah pelantikan Gubernur. Selain itu, PP ini juga menegaskan, Gubernur, Bupati, dan Walikota yang pengesahan pengangkatannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang tidak memiliki Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota.
"Ketentuan PP ini berlaku juga bagi pelaksanaan tata cara pengusulan dan pengangkatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota di Provinsi Aceh, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat," tulis pada laman Setkab.
Sementara itu, Pengamat politik, Emrus Sihombing melihat mandeknya proses pemilihan wakil gubernur DKI Jakarta karena upaya lobi-lobi politik Gerindra-PKS di ruang DPRD DKI tidak berjalan dengan baik.
"Tentu di sana ada proses politik yang tidak berjalan dengan baik karena diwarnai oleh kepentingan masing-masing, sehingga hampir satu tahun wagub kita tidak ada," kata Emrus kepada era.id.
Emrus juga menganggap tidak ada kemauan politik (pembuat kebijakan) terhadap pelayanan publik yang disepakati dari Gerindra dan PKS. Sudah saatnya parpol mengesampingkan kepentingan internal agar tidak mengganggu pelayanan publik.
"Tidak boleh ada egoisme politik mengorbankan peranan publik. Kalau political will-nya tidak ada, walaupun hanya dari dua partai pengusung, tetap saja akan lama prosesnya," pungkasnya.