Kata Puan soal Wacana Jabatan Ketua Harian PDIP yang Tak Jadi Ada

| 09 Aug 2019 15:37
Kata Puan soal Wacana Jabatan Ketua Harian PDIP yang Tak Jadi Ada
Puan Maharani dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (Wardhany/era.id)
Bali, era.id - Politikus PDI Perjuangan Puan Maharani menegaskan, wacana penambahan jabatan ketua harian dalam jabatan struktural partai bukan untuk memfasilitasi karier politik dua anak Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Sebelum kongres ini berlangsung, muncul wacana jabatan ketua harian. Jabatan ini dikabarkan akan diisi Prananda Prabowo dan Puan Maharani. Keduanya adalah anak Megawati Soekarnoputri. 

Kenyataannya, saat Megawati Soekarnoputri dikukuhkan jadi ketua umum PDIP periode 2019-2024, jabatan Ketua Harian tidak ada. Megawati menggunakan hak Prerogatif sebagai ketua umum untuk mengatur formatur kepengurusan PDIP periode 2019-2024.

Kembali ke Puan, dia mengatakan, PDIP tidak akan memberikan jabatan tertentu kepada seseorang di internal partai tanpa mementingkan rekam jejaknya.

"Ya enggak begitu di PDIP (anak Megawati dijadikan ketua harian). PDIP itu melihat track record, melihat kinerja dari setiap individu yang ada dan bekerja untuk partai," kata Puan kepada wartawan di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Jumat (9/8/2019).

"Jadi bukan karena memberikan tempat-tempat tertentu kepada seorang tetapi karena memang track record," imbuhnya.

Dia menambahkan, dalam kongres ini memang tidak ada pembicaraan sama sekali tentang jabatan ketua harian. Hingga Megawati dikukuhkan jadi ketua umum, jabatan itu pun tetap nihil.

"Tidak ada pandangan yang menolak atau diterima karena kita enggak bicara itu, itu merupakan hak dari ketua umum," kata dia.

Sementara itu, di luar kepengurusan PDIP, Puan yakin dirinya jadi ketua DPR periode 2019-2024. Keyakinan ini muncul karena dia adalah kader senior di parlemen (sudah tiga periode), serta memiliki suara tertinggi di partai.

"Cek sendiri saja suara saya terakhir 404 ribu, itu merupakan suara terbanyak secara nasional dan lainnya," ungkap dia. 

Dia menambahkan, ketua DPR harus diberikan kepada partai pemenang pemilu, yaitu PDIP. Apalagi, hal ini sudah diatur dalam Undang Undang MD3. 

"Ketua DPR itu merupakan posisi penugasan politik atas dasar UU yang menyatakan partai pemenang pemilu akan mendapatkan posisi Ketua DPR dalam pimpinan DPR," tegas dia.

Soal ketua DPR ini, dalam pembukaan Kongres V PDIP, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sempat menyindir Partai Golkar dan PPP. Sindiran ini ditujukan karena dua partai ini dianggap bertanggung jawab atas kursi pimpinan DPR yang tak didapat PDIP pada periode 2014-2019. Padahal, saat itu, PDIP adalah pemenang pemilu yang harusnya jadi pemimpin di parlemen. 

"Pak Airlangga dan yang pakai baju hijau (Ketua Umum PPP Suharso Manoarfa) jangan mblenjani (mengingkari) lho, MD3 lho," kata Megawati, Kamis (8/8/2019).

Tahun 2014 lalu, PDIP yang jadi pemenang pemilu, tak dapat kursi pimpinan. Sebab, UU MD3 yang mengatur hal tersebut direvisi. 

Hasilnya, kursi pimpinan DPR diatur berdasarkan paket. Setya Novanto dari Partai Golkar jadi Ketua DPR, didampingi empat wakilnya, Taufik Kurniawan (PAN), Agus Hermanto (Partai Demokrat), Fahri Hamzah (PKS) dan Fadli Zon (Partai Gerindra).

Rekomendasi