Hanura Terancam Gagal Ikut Pemilu

| 19 Jan 2018 16:35
Hanura Terancam Gagal Ikut Pemilu
Ilustrasi (era.id)
Jakarta, era.id - Partai Hanura terancam tidak bisa ikut Pemilu 2019 karena konflik internal. Ada dualisme kepemimpinan di dalamnya.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan Hanura harus segera rekonsiliasi demi mengamankan tiket pemilu tahun depan. 

"Jika konfliknya berkepanjangan bisa saja tidak bisa ikut pemilu. Kepengurusan ganda kan tidak boleh. Dan jika masuk pengadilan akan lama. Sedangkan tahapan pemilu akan dimulai tahun ini," jelas Ujang saat dihubungi era.id, Jumat (19/1/2018). 

Karenanya, dia meminta Ketua Dewan Pembina sekaligus pendiri Partai Hanura, Wiranto, segera mengambil sikap untuk menengahi permasalahan ini.

"Sebagai pendiri dan pemilik saham Hanura Wiranto seharusnya menyatukan kembali dua kubu yang bertikai," ucap Ujang.

KPU akan melakukan verifikasi faktual sesuai putusan Mahkamah Kehormatan yang mengabulkan gugatan uji materi Pasal 173 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mengatur verifikasi faktual.

Diwawancara terpisah, Ketua Umum KPU Arief Budiman mengatakan, KPU akan melakukan verifikasi partai politik sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Kemenkumham tentang kepengurusan partai. 

"KPU kan bekerja dengan prinsip hukum positif, sepanjang aturannya mengatakan A maka A itulah yang kita pedomani. Sepanjang SK-nya itu memuat nama A-B-C ya A-B-C itulah yang akan kita pedomani," kata Arief ditemui di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (19/1/2018).

Arief belum bisa memastikan Partai Hanura kubu mana yang disahkan oleh KPU. Menurutnya, apa pun yang terjadi pada Hanura, KPU tetap menjalankan verifikasi faktual.

"Saya belum tahu apakah sudah ada surat masuk dari Kemenkumham kepada kita (KPU) atau tidak. Sepanjang tidak ada surat masuk tentu tetap menggunakan data exiting ada yang selama ini kita gunakan," kata dia.

"Dalam undang-undang kan sudah disebutkan, pengurus parpol adalah yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. KPU menggunakan dokumen yang dikirim oleh Kemenkumham. Kecuali kalau Kemenkumham ngirim dua (SK), berarti ada dua kepengurusan yang sah. Kalau ngirimnya satu ya satu," jelas dia.

Dualisme Partai Hanura terjadi ketika Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta dipecat. Oesman kemudian memecat Sekjen Partai Hanura Sudding.  

Pemecatan Oesman ini dilakukan karena dia dianggap bertindak sewenang-wenang dan mewajibkan adanya mahar politik dalam Pilkada 2018.

Sejumlah DPD kemudian mendesak untuk melakukan Munaslub. Daryatmo kemudian ditunjuk menjadi Ketua Umum.

Sementara, Oesman mengklaim, pihaknya memiliki surat keputusan Menkumham yang berisi tentang restrukturisasi, reposisi, dan revitalisasi pengurus DPP Partai Hanura per tanggal 17 Januari 2018. Sehingga, kegiatan Partai Hanura tanpa sepengetahuannya adalah tindakan ilegal.

(Ilustrasi/era.id)

Tags : hanura
Rekomendasi