Internet Papua Dihidupkan Setelah 17 Hari Mati

| 05 Sep 2019 17:29
Internet Papua Dihidupkan Setelah 17 Hari Mati
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Hari ini, pemerintah menormalkan akses internet di wilayah Papua dan Papua Barat setelah pembatasan dilakukan karena kerusuhan beberapa waktu yang lalu. Internet di Papua dan Papua Barat dilambatkan sejak Rabu 21 Agustus.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengatakan, pembukaan internet setelah mendapatkan laporan dari Kapolri, Kepala BIN dan aparat keamanan yang ada di sana. 

"Keadaan sudah cukup kondusif maka seperti janji saya kemarin, pembatasan internet dicabut," kata Wiranto kepada wartawan di media center Kemenkopolhukam, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2019).

Dia berharap dengan kembali normalnya internet di sana membuat situasi di Papua dan Papua Barat jadi kondusif. Ketika situasi malah memanas lagi, Wiranto akan membatasi akses internet di sana. 

"Apabila keadaan memburuk, mudah-mudahan tidak, maka tentu pembatasan internet kita lakukan," tegasnya.

Akses internet di Papua dan Papua Barat dibatasi untuk menghalangi penyebaran berita bohong alias hoaks, serta informasi yang bernada provokatif. 

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, ada sejumlah hoaks yang tersebar di Papua dan Papua Barat. Salah satu contoh, tentang cerita terbunuhnya mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang. 

"Internet digunakan oleh beberapa pihak tertentu untuk melakukan penyebaran berita-berita yang provokatif dan hoaks. Contohnya, ada gambar seorang adik mahasiswa Papua yang meninggal dibunuh dalam peristiwa di Surabaya dan Malang. Padahal peristiwa itu tidak ada. Gambar-gambar itulah yang mempengaruhi dan memprovokasi masyarakat," kata Kapolri, Rabu (28/8).

Pembatasan internet ini ternyata berdampak pada proses tender di Biro Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (BLPBJ). BLPBJ tak bisa melakukan tender paket proyek senilai Rp700 miliar lebih.

Kerugian terbesar dari perlambatan internet adalah soal pelaksanaan pekerjaan proyek yang tidak bisa terlaksana tepat waktu. 

"Pembatasan jaringan ini berpengaruh pada kualitas pekerjaan karena waktu yang terbuang. Apalagi jarak waktu pekerjaan kan sekarang 90 hari berdasarkan hari kerja bukan sesuai hari kalender," kata Pelaksana tugas Kepala BLPBJ Provinsi Papua, Debora Solossa, di Jayapura, Senin (26/8).

"Makanya kami berharap ada kelonggaran dari pemerintah pusat. Sebab dengan gangguan jaringan ini berpotensi menghambat sejumlah proyek strategis yang mesti diselesaikan tahun ini, termasuk berbagai proyek mempersiapkan venue PON XX 2020," sambungnya.

Debora menuturkan, pada 2019 ini BLPBJ Papua melakukan pelelangan senilai Rp2 triliun lebih dengan total 395 paket. Sementara, 270 paket senilai Rp1,2 triliun dilaporkan telah berhasil ditender. 

Mengantisipasi dampak tersebut, BLPBJ Papua mengimbau kepada seluruh penyedia dan pelaku usaha yang ingin mengikuti proses lelang di Provinsi Papua, agar dapat mengakses langsung ke LPSE Papua, Kantor Gubernur Dok II Jayapura serta Dinas Kominfo Papua.

"Kami juga minta LKPP menerbitkan instruksi baru agar seluruh pekerjaan di LPSE Papua, tak dihitung berdasarkan lelang hari kerja. Melainkan berdasarkan hari kalender," ujarnya.

Rekomendasi