Crack Progression: Dari Habibie untuk Penerbangan Dunia

| 12 Sep 2019 14:22
<i>Crack Progression</i>: Dari Habibie untuk Penerbangan Dunia
BJ Habibie (Instagram/b.jhabibie)
Jakarta, era.id - Bacharuddin Jusuf Habibie meninggal di usia 83 tahun. Dunia ilmu pengetahuan kehilangan pemikir terbaiknya. Sejak sumbangsihnya, dunia penerbangan mengenal berbagai terobosan yang tak hanya menciptakan efisiensi operasi, tapi juga meningkatkan level keamanan penerbangan. Selamat jalan Mr Crack. Terimakasih untuk Teori Habibie, Faktor Habibie dan Fungsi Habibie yang kau perkenalkan.

Kiprah Habibie sebagai ilmuwan di bidang dirgantara menanjak sejak 1960-an, ketika musibah seringkali menimpa dunia penerbangan. Kebanyakan kasus kecelakaan pesawat saat itu disebabkan kerusakan tak terdeteksi pada bodi pesawat. Keterbatasan teknologi membuat perkara rawan ini sulit dibenahi.

Saat itu, banyak temuan menyatakan 'kelelahan' (fatigue) di bagian sambungan antara sayap-badan pesawat dan sayap-dudukan mesin jadi titik paling rentan. Kelelahan yang dimaksud merujuk pada kondisi konstruksi pesawat ketika beroperasi. Struktur penyangga pesawat itu konsisten menahan tekanan selama pesawat dioperasikan, terutama saat take off, landing atau mengalami turbulensi.

Meski terlihat kokoh, bagian sayap dan bodi pesawat sejatinya dipenuhi rongga-ronga super kecil seukuran atom. Rongga-rongga itu akan tertutup ketika pesawat menghadapi tiga situasi di atas. Tertutupnya rongga itu memperberat beban pesawat menahan tekanan. Permasalahan ini membuat banyak perusahaan manufaktur penerbangan kebingungan.

Saat itulah Habibie muncul dan memperkenalkan teori Crack Progression. Teori ini digunakan untuk memprediksi titik mula retakan pada sayap pesawat. Dalam teori ini, Habibie melakukan penghitungan amat detail hingga presisi hitungannya mencapai tingkat atom. Penemuan ini jadi salah satu yang terbesar dan paling berpengaruh bagi industri penerbangan.

Doktor kelahiran Pare Pare, Sulawesi Selatan itu kemudian mendapat julukan Mr Crack. Usia Habibie saat itu masih 32 tahun. Meski berperawakan kecil, Habibie selalu tampil energetik. Teori Crack Progression pun terus lestari hingga kini, mengantar jutaan orang berpindah tempat melintasi udara. Selain Crack Progression, teori ini juga disebut sebagai Theory of Habibie.

Miniatur pesawat buatan Habibie, R80 (Instagram/b.jhabibie)

Meningkatkan standar operasi

Teori Crack Progression telah meningkatkan standar keamanan penerbangan. Tak hanya mengurangi risiko kecelakaan, teori ini juga menciptakan metode perawatan pesawat yang lebih efisien, mudah dan murah.

Sebelum Crack Progression, para insinyur menghadapi kondisi kelelahan' pesawat dengan meningkatkan safety factor (SF). Caranya, mereka meningkatkan kekuatan konstruksi hingga melampaui kebutuhan teoritisnya.

Buntutnya, operasional pesawat kedodoran. Peningkatan kekuatan konstruksi menyebabkan bobot pesawat meningkat berkali lipat. Dengan kondisi itu pesawat jadi sulit bermanuver dan mengonsumsi lebih banyak bahan bakar, pastinya.

Dengan Crack Progression, para insinyur di bidang manufaktur dapat memformulasikan kebutuhan konstruksi pesawat dengan operasionalisasinya. Para insinyur dapat mengurangi SF dan memangkas bobot pesawat untuk meningkatkan efisiensi operasi.

Belakangan, para insinyur berhasil menurunkan bobot pesawat hingga 10 persen. Bahkan, dengan mengadaptasi formulasi konstruksi yang dibentuk Habibie --mengganti baja dengan material kompsit, mereka berhasil mengurangi berat pesawat hingga 25 persen.

Temuan ini turut mengangkat karier Habibie. Beberapa waktu setelah temuan itu, Habibie diangkat menjadi Vice President di salah satu perusahaan penerbangan terbesar di Jerman saat itu: Messerschmitt Boelkow Blohm GmbH (MBB). Habibie kala itu jadi satu-satunya orang non-Bavarian yang berhasil menduduki posisi setingkat itu.

Rekomendasi